REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menolak nota keberatan (eksepsi) mantan ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) M Romahurmuziy alias Romi. Sebelumnya, Romi membela diri dengan mengaku kasusnya diada-adakan.
"Menyatakan keberatan atau eksepsi dari terdakwa dan tim penasihat hukum terdakwa Muhammad Romahurmuziy tidak dapat diterima," ujar ketua majelis hakim, Fahzal Hendri, dalam pembacaan putusan sela, Rabu (9/10).
Dalam perkara ini, Romi didakwa menerima suap bersama-sama dengan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sebesar Rp 325 juta dari Kepala Kantor Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin serta Rp 91,4 juta dari Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi. Suap diberikan terkait pengangkatan keduanya pada jabatan masing-masing.
Pada Senin (23/9), Romi dan tim penasihat hukumnya membacakan keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Romi menyalahkan KPK karena suara PPP dalam pileg 2019 menurun. Menurut Romi, penangkapannya membuat perolehan suara PPP turun lebih dari 1 juta suara. Romi juga menuntut agar JPU menghapus jabatannya sebagai mantan ketua umum PPP dalam dakwaan.
Majelis hakim menilai keberatan tersebut berada di luar konteks eksepsi yang diatur oleh undang-undang sehingga layak dikesampingkan. "Semuanya itu menurut majelis hakim adalah di luar konteks keberatan atau eksepsi sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 156 ayat 1 dan pasal 153 ayat 2 huruf a dan b. Oleh karena itu, tidak perlu dipertimbangkan dan harus dikesampingkan," ujar Fahzal.
Fahzal mengatakan, segala keberatan Romi dan tim penasihat hukum yang sudah masuk ke dalam pokok perkara harus dibuktikan melalui pemeriksaan saksi di persidangan. Di antaranya, keberatan Romi atas suap sebesar Rp 325 juta bersama-sama dengan Menag.
"Untuk membuktikan ada tidaknya penerimaan suap oleh Romi dan Lukman, saya kembali menegaskan, perlu ada pembuktian dari keterangan saksi di persidangan selanjutnya," kata dia.
M Rommahurmuziy (Romi).
Penasihat hukum Romi, Maqdir Ismail, mengatakan, pihaknya akan mengajukan banding terkait putusan sela tersebut. Sementara itu, Romi terlihat keluar ruangan sidang dengan terburu-terburu. Ia mengaku akan mengikuti proses selanjutnya. “Kami ikuti proses persidangan saja ya. Banding kok, tadi sudah disampaikan,” kata Romi kepada Republika.
Dalam surat dakwaan disebutkan, suap sebesar Rp 325 juta diberikan karena Romi telah mengintervensi proses pengangkatan Haris Hasanuddin sebagai Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur. Romi hanya menerima Rp 255 juta dalam dua tahap, masing-masing Rp 5 juta pada Januari 2019 dan Rp 250 juta pada Februari 2019. Sementara itu, suap Rp 91,4 juta diberikan karena Romi telah mengintervensi proses pengangkatan Muhammad Muafaq Wirahadi sebagai Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik.
Saat ini Haris dan Muafaq telah divonis dalam kasus yang sama. Haris divonis 2 tahun penjara karena dinilai terbukti menyuap Romi dan Menag Lukman. Sementara itu, Muafaq divonis 1,5 tahun karena dinilai terbukti menyuap Romi Rp 91,4 juta.
Sidang kasus jual beli jabatan di Kemenag akan dilanjutkan pada Rabu, 16 Oktober 2019 dengan agenda pemeriksaan saksi. n haura hafizhah, ed: ilham tirta