Kamis 10 Oct 2019 08:41 WIB

Tersangka Pembunuh Mahasiswa Kendari Masih Nihil

Enam anggota polisi yang ketahuan membawa senjata masih berstatus terperiksa.

Personel Polda Sulawesi Tenggara berusaha membubarkan mahasiswa yang berusaha masuk ke dalam gedung DPRD Sulawesi Tenggara saat aksi unjuk rasa di Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (26/9/2019).
Foto: Antara/Jojon
Personel Polda Sulawesi Tenggara berusaha membubarkan mahasiswa yang berusaha masuk ke dalam gedung DPRD Sulawesi Tenggara saat aksi unjuk rasa di Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (26/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, KENDARI -- Hingga kini kepolisian belum menetapkan satu orang pun sebagai tersangka kasus kematian dua mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO), Kendari, Randy (21 tahun) dan Muh Yusuf Kardawi (19). Hingga Rabu (9/10), tim investigasi gabungan Mabes Polri dan Polda Sulawesi Tenggara masih memeriksa saksi.

Sebanyak 21 saksi sudah diperiksa dalam pengungkapan kematian dua mahasiswa tersebut. Kabid Humas Polda Sultra AKBP Harry Goldenhart mengatakan, saksi terdiri atas 16 orang dari unsur kepolisian, dua mahasiswa, dan tiga warga.

Baca Juga

"Penyidik terus bekerja untuk mengungkap pelaku penembakan terhadap mahasiswa Randi dan penganiaya Muh Yusuf Kardawi. Sudah 16 anggota polisi yang bersaksi dan kemungkinan masih akan bertambah saksi yang dimintai keterangan," kata Harry, kemarin.

Menurut dia, pemeriksaan puluhan saksi itu belum bisa mengungkap siapa pelaku penembakan dan proyektil peluru serta selongsong peluru. Alasannya, proses uji balistik masih dilakukan.

Bahkan, enam anggota polisi yang ketahuan membawa senjata masih berstatus terperiksa oleh tim investigasi Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri. Terperiksa DK, DM, MI, MA, H, dan E diduga melanggar prosedur pengamanan dan telah dijatuhi sanksi pembebasan tugas dari institusi kepolisian.

"Enam orang dinyatakan melanggar standar operasional prosedur (SOP) karena membawa senjata api saat pengamanan aksi unjuk rasa pada 26 September 2019 di gedung DPRD Sultra sehingga disanksi oleh pimpinan," kata dia.

DK merupakan seorang perwira pertama yang menduduki jabatan reserse di Polres Kendari. Sementara itu, lima orang lainnya adalah bintara dari satuan reserse dan intelijen.

Randi dan Yusuf meninggal saat unjuk rasa menolak revisi RUU KUHP dan UU KPK di gedung DPRD Sultra, Kamis (26/9). Peristiwa yang menelan korban jiwa ini mengundang empati sejumlah pihak untuk mendukung kepolisian mengungkap siapa pelaku penembakan. Namun, tim investigasi Propam Polri masih mengumpulkan bukti-bukti.

photo
Keluarga memanjatkan doa untuk almarhum Immawan Randi (21) di RS Abunawas Kendari, Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (26/9/2019).

Terbuka

Sementara itu, Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sultra bersinergi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk menjamin keselamatan para saksi. Ombudsman menilai sejauh ini kepolisian terbuka dalam pengungkapan kasus meninggalnya mahasiswa pendemo di Kendari. Langkah pengujian proyektil di Belanda yang dilakukan kepolisian pun dinilai sebagai sesuatu yang wajar.

"Saya kira polisi dalam hal ini terbuka kok. Ngapain juga dia melindungi pembunuh," ujar anggota Ombudsman, Adrianus Meiliala, melalui sambungan telepon, Rabu (9/10).

Adrianus mengatakan, sebenarnya Polri memilili kemampuan untuk menguji proyektil temuan di lokasi tertembaknya Randi. Namun, agar hasil pengujian itu dapat dipercaya, dicarilah pusat forensik yang independen. Ia melihat langkah tersebut sebagai sesuatu yang wajar. "Ya wajar saja. Tidak ada hal yang aneh. Kan polisi juga ingin namanya bersih," kata dia.

Proses uji proyektil tersebut akan memakan waktu sekitar dua pekan. Ombudsman, kata Adrianus, akan memantau hasil pemeriksaan tersebut. Jika ada hal yang masih dianggap meragukan, Ombudsman akan kembali meminta kejelasan kepada kepolisian. "Ya, kami tentu dengar hasilnya. Lalu, kalau misalnya ada hal yang meragukan atau rasanya tidak pas, ya kami tekan lagi polisinya," kata dia.

Ketua Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) Ahmad Taufan Damanik mengungkapkan, tim dari Komnas HAM masih berada di lapangan. Komnas HAM menurunkan tim untuk memantau proses kasus tersebut agar dilakukan secara akuntabel, transparan, dan berkeadilan. "Tim belum kembali, masih di lapangan. Nanti saja infonya," ujar Ahmad. n ronggo astungkoro, ed: ilham tirta

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement