REPUBLIKA.CO.ID, oleh Flori Sidebang, Antara
Polisi telah menetapkan 11 tersangka terkait penganiayaan dan penculikan terhadap pegiat media sosial yang juga relawan Joko Widodo (Jokowi) saat Pilpres 2019, Ninoy Karundeng. Ninoy diduga dianiaya saat mendokumentasikan aksi unjuk rasa di Jakarta, pada Senin, 30 September 2019.
Polisi menyebut, 11 tersangka itu memiliki peran yang berbeda-beda. Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono mengatakan, tiga tersangka yakni AA, ARS, dan YY berperan sebagai penyebar video penganiayaan Ninoy serta membuat konten berisi ujaran kebencian (hate speech) yang kemudian disebar di grup Whatsapp.
"Selanjutnya ada tersangka RF dan Baros. Mereka (berperan) menyalin, mencuri atau mengambil data dari laptop milik korban (Ninoy). Mereka juga mengintervensi korban untuk menghapus semua data-data yang ada di handphone," kata Argo di Mapolda Metro Jaya, Senin (7/10).
Tersangka lainnya, sambung Argo, adalah seorang insinyur berinisial S. Dia merupakan sekretaris Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) atau pengurus Masjid Al Falah, Pejompongan, Jakarta Pusat. Argo menuturkan, tersangka S memiliki peran untuk menyalin data dari laptop milik Ninoy dan menyerahkannya kepada Jubir Front Pembela Islam (FPI), Munarman.
"Dia (tersangka S) melaporkan semuanya kepada Bapak Munarwan. Selanjutnya, dia juga dapat perintah untuk menghapus (rekaman) CCTV dan tidak menyerahkan semua data kepada pihak kepolisian," ujar Argo.
Tersangka selanjutnya, yakni tersangka TR berperan memeriksa sekaligus menyalin data dari ponsel milik Ninoy. Argo mengatakan, tersangka berikutnya adalah tersangka SU yang mendapat perintah dari tersangka S untuk memperbanyak data yang disalin dari laptop milik Ninoy.
Sementara itu, tersangka ABK berperan merekam dan menyebarkan video penganiayaan terhadap Ninoy. Dia juga mendukung rencana pembunuhan terhadap Ninoy.
"Ada juga tersangka IA yang ikut menganiaya dan kemudian mengusulkan untuk dilakukan pembunuhan dengan kapak. Kemudian yang berikutnya tersangka R ini anggota DKM, dia ikut menganiaya korban dan juga ikut mengintimidasi korban," papar Argo.
Argo mengungkapkan, pihaknya telah menahan 10 tersangka di Rumah Tahanan Polda Metro Jaya. Sedangkan, satu tersangka lainnya, yaitu tersangka TR ditangguhkan penahanannya dengan alasan kondisi kesehatan.
Argo menambahkan, hingga saat ini, polisi masih memeriksa dua saksi lainnya, yakni Sekretaris Jenderal Persaudaraan Alumni (PA) 212, Bernard Abdul Jabbar dan Fery alias F. "Sedang dilakukan pemeriksaan saat ini, hasilnya belum kita dapatkan," imbuh Argo.
Sebelumnya diberitakan, sekelompok orang yang berunjuk rasa di Pejompongan, Jakarta Pusat pada Senin (30/9), membawa paksa Ninoy Karundeng yang sedang mendokumentasikan pedemo akibat terkena gas air mata. Massa yang berkelompok itu lantas merampas telepon seluler dan membawa paksa Ninoy ke sebuah tempat di sekitar lokasi kejadian.
Para pelaku juga memeriksa foto dan dokumentasi telepon seluler Ninoy, bahkan menganiaya relawan Jokowi tersebut. Usai mengalami penganiayaan, para pelaku kemudian memulangkan Ninoy pada Selasa (1/10) dan selanjutnya korban melaporkan penganiayaan yang dialaminya ke Polda Metro Jaya.
Ketua Media Center (PA) 212, Novel Bamukmin, membenarkan bahwa, Sekretaris Jenderal PA 212, Bernard Abdul Jabbar, diperiksa oleh Polda Metro Jaya sebagai saksi dalam kasus ini. "Iya, beliau sebagai ustaz yang memang beraktivitas di masjid maka dimintai keterangannya oleh penyidik Polda Metro Jaya sebagai saksi," kata Novel saat dikonfirmasi, Senin (7/10).
Novel mengatakan, Abdul Jabbar diperiksa sebagai saksi, karena saat peristiwa penganiayaan itu terjadi Abdul juga berada di masjid. "(Diperiksa sebagai saksi) karena pas kejadian itu beliau sedang berada di dalam masjid," tambah Novel.
Novel juga membenarkan bahwa peristiwa yang menimpa Ninoy itu terjadi di Masjid Al Falah Pejompongan. "Iya di Masjid Al Falah Pejompongan," ujarnya.
Adapun, Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI), Munarman, membantah dirinya menerima laporan soal penganiayaan terhadap Ninoy Karundeng dari salah satu tersangka yang terlibat dalam kasus tersebut.
"Begini, saya tahu peristiwa justru dari media online dan medsos. Lalu salah satu pengurus masjid beberapa hari setelah peristiwa konsultasi hukum ke saya dan saya minta supaya rekaman CCTV masjid dikasih saya agar saya bisa asesmen situasinya dalam rangka kepentingan hukum calon klien. Begitu keterangan saya," kata Munarman saat dikonfirmasi, Senin.
Munarman juga mengaku dirinya belum menerima dan melihat rekaman CCTV Masjid Al-Falaah Pejompongan yang menjadi TKP penganiayaan Ninoy. "Sama sekali belum (menerima dan menyaksikan rekaman CCTV terkait)," ujarnya singkat.