REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MPRBambang Soesatyo (Bamsoet) menili bahwa keputusan untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan UU Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ada di tangan Presiden Joko Widodo. Ia mempercayakan sepenuhnya ke presiden.
“Desakan pada presiden untuk keluarkan Perppu ya menurut saya menjadi domain presiden dan kita percayakan saja pada presiden untuk ambil keputusan apakah perlu Perppu untuk menunda atau tidak,” kata Bamsoet di Jakarta, Senin.
Menurut Bamsoet, UU KPK yang telah disahkan belum berlaku karena belum ditandatangan presiden. Namun, sesuai ketentuan perundang-undangan yang ada, maka jika setelah satu bulan, atau terhitung pada 17 September 2019, presiden tidak membubuhkan tandatangan, maka otomatis UU KPK akan berlaku.
“Nah setelah itu pertanyaannya apakah presiden perlu buat perppu atau tidak berdasarkan aspirasi yang berkembang di masyarakat atau tidak. Kan pertanyaannya begitu. Ya menurut saya yang bisa jawab adalah presiden,” ungkap Bamsoet.
Bamsoet menegaskan, setelah disahkan dalam rapat paripurna, kelanjutan daripada proses UU KPK tidak lagi berada di Senayan, melainkan menjadi tanggung jawab Istana. “Artinya adalah semua keputusan kita diserahkan ke presiden, karena domainnya ada di tangan presiden. Bukan lagi di Senayan ini,” pungkas Bamsoet.
Kendati demikian, ada ruang yang disediakan oleh negara yakni Mahkamah Konstitusi untuk melakukan peninjauan kembali di Mahkamah Konstitusi. “Judicial review, kalau memang presiden tidak jadi keluarkan perppu,” ujarnya.