Sabtu 05 Oct 2019 07:20 WIB

Ini Alasan Jaksa Agung Banyak Penanganan Kasus HAM Mandeg

Jaksa Agung sebut kasus HAM kurang bukti jadi tidak bisa dinaikkan ke penyidikan

Jaksa Agung HM Prasetyo (kanan) bersama terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Baiq Nuril Maknun (kiri) menyampaikan keterangan pers seusai melakukan pertemuan di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (12/7/2019).
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Jaksa Agung HM Prasetyo (kanan) bersama terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Baiq Nuril Maknun (kiri) menyampaikan keterangan pers seusai melakukan pertemuan di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (12/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung HM Prasetyo membantah penanganan pelanggaran HAM berat mandeg di lembaga yang dipimpinnya. Ia beralasan bukti-buktinya kurang untuk dinaikkan ke tingkat penyidikan.

"Selama ini meskipun sudah sekian lama proses penanganan pelanggaran HAM berat ini, dikatakan mandeg ya tidak, karena bagaimana pun hasil penyelidikan Komnas HAM jadi acuan kami untuk ditingkatkan ke penyidikan atau tidak," ujar dia di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (5/10).

Baca Juga

Setelah beberapa kali dikembalikan kepada Komnas HAM, berkas perkara pelanggaran HAM berat kini posisinya di Kejaksaan Agung, tengah diteliti oleh jaksa penyidik.

Prasetyo mengaku memahami sulitnya mengumpulkan bukti untuk kasus pelanggaran HAM berat masa lalu karena peristiwanya sudah lama sehingga saksi mau pun tersangka diduga telah meninggal.

"Kami bisa pahami itu kalau Komnas HAM juga rasanya tidak mudah untuk menghasilkan penyelidikan yang maksimal, yang memiliki syarat untuk bisa ditingkatkan ke penyidikan," kata dia.

Daripada jalan yudisial yang masih menemui kendala, Prasetyomenyampaikan jalan yang lebih mudah untuk kasus pelanggaran HAM masa lalu adalah pendekatan nonyudisial dengan rekonsiliasi.

"Penyelesaian rekonsiliasi, pendekatan nonyudisial ini kan masih pro dan kontra, sementara kalau dipaksakan pendekatan yudisial ya itu kendalanya lamanya waktu peristiwa itu terjadi, tentunya terkait masalah pengumpulan bukti-bukti," tutur dia.

Sebelumnya Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan65 Bedjo Untung menyerahkan temuan 346 kuburan massal korban pembunuhan 1965 kepada Komnas HAM serta Kejaksaan Agung.

Ia turut mempertanyakan bukti kurang yang disebut menjadi kendala penanganan pelanggaran HAM berat jalur yudisial.

"Kami ingin mempertanyakan apa kekurangannya. Itu juga kami serahkan bukti memang betul ada kejadian kejahatan kemanusiaan tahun 1965. Mestinya Jaksa Agung tidak bisa mengelak bahwa kurang alat bukti atau segala macam," kata dia.

Menurut dia, temuan ratusan kuburan massal di sejumlah daerah di Indonesia dapat menjadi barang bukti agar kasus itu ditindaklanjuti Jaksa Agung.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement