REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli psikologi konflik dari Universitas Indonesia Ichsan Malik menilai pendekatan budaya bisa menjadi salah satu upaya alternatif menangani konflik yang terjadi di Papua.
"Lebih ke pendekatan budaya. Bukan pendekatan keamanan dan ekonomi, tetapi lebih ke pendekatan budaya," ujarnya saat ditemui usai menjadi pembicara dalam suatu diskusi di Jakarta, Kamis (3/10).
Pendekatan budaya yang dimaksud salah satunya dengan mengedepankan semangat kebersamaan. Ia mengatakan dalam memandang konflik Papua, penting untuk selalu mengedepankan semangat menjaga kesatuan, Bhinneka Tunggal Ika, serta NKRI harus dijunjung tinggi.
Pemerintah, kata dia, harus merangkul dan meyakinkan masyarakat Papua mereka merupakan bagian dari Indonesia. "Yang paling penting menurut saya kita lompat dulu ke kebersamaan. Kalau sudah bicara soal Indonesia, bukan lagi cuma Papua, harus dilihat sebagai bangsa, setelah itu baru bicara keadilan dan pemaafan," kata dia.
Menurut dia, pemerintah saat ini lebih cenderung mengedepankan pendekatan militer, yang justru dapat membuat situasi di Papua semakin memanas. Dia menyarankan pemerintah saat ini fokus membuka ruang-ruang dialog dengan tokoh masyarakat Papua untuk membahas penanganan konflik tanpa mengedepankan unsur militer.
Dalam dialog-dialog itu, pendekatan budaya bisa dimasukkan dengan melibatkan sejumlah kalangan seperti akademisi, antropolog, sosiolog, dan psikolog. Kehadiran tokoh-tokoh itu diharapkan bisa membuka pandangan lain serta memberi solusi alternatif terhadap penanganan konflik yang terjadi di Papua.
"Pemerintah harus duduk dan memanggjl pihak ketiga yang paham tentang resolusi konflik. Karena pemerintah mindset-nya kalau ada apa-apa, kalau tidak mililiter, solusinya ya pembangunan ekonomi. Itu tidak cukup. Kita harus belajar," ujar dia.