Kamis 03 Oct 2019 12:22 WIB

Polisi Diminta Perketat Penerbitan SKCK Calon Kepala Daerah

KPU bekerja sama dengan polisi untuk tidak memudahkan pemberian SKCK.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Muhammad Hafil
Pelantikan kepala daerah
Pelantikan kepala daerah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) berkoordinasi dengan kepolisian dalam menerbitkan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) bakal calon kepala daerah pada Pilkada 2020. Kepolisian harus memperketat penerbitan SKCK dengan betul-betul menelusuri rekam jejak.

"KPU bekerja sama dengan kepolisian untuk misalnya mereka tidak sekadar asal memberikan SKCK. Kepolisian bisa merekam sekaligus riwayat hukum dari seseorang," ujar Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (3/10).

Baca Juga

Ia mengatakan, selama ini kepolisian menerbitkan SKCK hanya sekadar dokumen persyaratan biasa. Padahal, SKCK dinilai penting untuk menghindari calon kepala daerah yang pernah melakukan perbuatan tercela maupun melanggar perbuatan hukum untuk maju Pilkada 2020.

Menurut Titi, kepolisian harus betul-betul menelusuri rekam jejak seseorang agar tak ada riwayat perbuatan tercela maupun hukum yang terlewatkan. Sehingga, SKCK sesungguhnya menerangkan bakal calon kepala daerah pernah atau tidak pernah melakukan perbuatan tercela.

Sebelumnya, KPU membuat rancangan Peraturan KPU (PKPU) tentang pencalonan pemilihan gubernur, wali kota, dan bupati pada Pilkada 2020. KPU merevisi dari PKPU pada pemilihan sebelumnya, salah satunya pasal 4 yang mengatur tentang persyaratan calon kepala daerah.

Pasal 4 ayat 1 berbunyi "Warga Negara Indonesia dapat menjadi Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:"

Kemudian dalam Pasal 4 ayat 1 huruf j disebutkan, "tidak pernah melakukan perbuatan tercela, yang meliputi: 1. judi; 2. mabuk; 3. pemakai atau pengedar narkotika; 4. berzina; dan/atau 5. perbuatan melanggar kesusilaan lainnya."

Titi mengatakan, KPU mengatur pelarangan pelaku perbuatan tercela yang diperjelas dalam pasal dalam PKPU itu berdasarkan Undang-Undang (UU) yang sehingga dianggap baru. Sebab, dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada rincian perbuatan tercela itu disempurnakan dalam halaman penjelasan.

Sehingga, kata Titi, sebenarnya KPU tak perlu merinci lebih detail peraturan tersebut ke dalam ketentuan teknis lainnya. Akan tetapi, KPU harus mengawasi dokumen persyaratan bakal calon kepala daerah yang dilampirkan.

Selain itu, Titi mengatakan, apabila di kemudian hari ada hal yang memperlihatkan calon kepala daerah melakukan perbuatan tercela yang dimaksud, maka bisa diproses hukum dengan mengajukan bukti-bukti. Ia menyebutkan, ada beberapa kasus kepala daerah yang diisukan tetapi karena tak cukup bukti, akhirnya menguap begitu saja.

"Tapi kalau ada pihak-pihak yang mampu membuktikan bahwa dia ternyata melakukan perbuatan yang dituduhkan, baru kemudian diproses," tutur Titi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement