Rabu 02 Oct 2019 14:37 WIB

Pengacara Dosen AB Belum Diperlihatkan Barang Bukti Molotov

"Belum bisa dipastikan apakah itu bom molotov atau minyak jarak," kata Gufron.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Andri Saubani
[ilustrasi] Polisi menunjukkan bom molotov yang disita dari tas pengunjuk rasa yang menolak UU KPK hasil revisi dan RUU KUHP.
Foto: ANTARA FOTO
[ilustrasi] Polisi menunjukkan bom molotov yang disita dari tas pengunjuk rasa yang menolak UU KPK hasil revisi dan RUU KUHP.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beredar informasi di media sosial bahwa barang bukti yang disebut kepolisian sebagai bom molotov adalah minyak jarak yang diperjualbelikan oleh dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) Abdul Basith alias AB. Informasi tersebut juga menyebut bahwa Abdul Basith menjual minyak jarak tersebut secara daring.

Kuasa hukum Abdul Basith, Gufroni mengatakan, penyidik kepolisian memang belum pernah menunjukkan barang bukti molotov kepada pihaknya. Sehingga, pihaknya tidak bisa memastikan apakah barang bukti yang disita oleh pihak kepolisian merupakan bom molotov atau bukan.

Baca Juga

"Karena kita belum diperlihatkan barang buktinya jadi belum bisa dipastikan apakah itu bom molotov atau minyak jarak," kata Gufron saat dikonfirmasi, Rabu (2/10).

Gufron pun mengaku heran dengan pemberitaan atau narasi yang terbangun di media massa yang menyebut seolah-olah kliennya adalah aktor utama, inisiator, hingga penyandang dana dalam kasus tersebut. Padahal, kata Gufron, berdasarkan pengakuan Abdul Basith, orang yang menjadi otak atau penyandang dana adalah orang yang terpandang.

"Menurut penuturan klien kami, yang mengarsiteki dan mendanai serta menginisiasi hal-hal yg dituduhkan, bukanlah klien kami, melainkan beberapa orang 'terpandang'," ungkapnya.

Selain itu, sambung Gufron, hingga saat ini penyidik baru memberikan surat penangkapan dan surat penahanan atas kliennya itu. Sedangkan surat penggeledahan beserta Berita Acara Penggeledahan, dan Surat Penyitaan beserta Berita Acara Penyitaan belum diberikan kepada kuasa hukum walaupun pihaknya sudah meminta.

"Surat tersebut hak dari klien kami dan keluarganya yang wajib dipenuhi penyidik sebagaimana diatur Hukum Acara Pidana (KUHAP)," ujar Gufron.

Meksi demikian, menurut Gufron, kliennya tetap menghormati proses hukum yang saat ini berjalan. Namun, pihaknya meminta agar penyidik dapat bekerja secara profesional.

"Kami berharap penyidik dapat mengusut kasus ini secara profesional sesuai dengan prinsip due process of law dan tidak memberatkan klien kami," kata Gufron.

Sebelumnya diberitakan, tim Jatanras Polda Metro Jaya membekuk Abdul Basith di kediamannya di Cipondoh, Tangerang, Sabtu (28/9). Ia ditangkap bersama sembilan terduga tersangka lainnya, yakni , OS, JAF, AL, NAD, SAM, YF, ALI, dan FEB.

Mereka diduga akan memancing kerusuhan dalam aksi unjuk rasa Mujahid 212 Selamatkan NKRI pada Sabtu lalu. Dalam penangkapan itu turut diamankan barang bukti berupa bahan peledak.

10 orang itu diduga memiliki peran yang berbeda. Meski demikian, pihak kepolisian masih mendalami lebih jauh motif di balik kasus ini.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat pasal berlapis, Pasal 169 KUHP dan Pasal 1 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Saat ini, Abdul Basith dan sembilan tersangka lainnya telah menjalani masa penahanan di Rutan Polda Metro Jaya untuk 20 hari ke depan.

"Yang bersangkutan (Abdul Basith) menyimpan bom molotov 28 buah," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono saat dikonfirmasi, Senin (30/9).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement