Rabu 02 Oct 2019 09:43 WIB

KPK Pertimbangkan PK Pembebasan Syafruddin

Hakim ad hoc tipikor, Syamsul Rakan Chaniago, terbukti melanggar kode etik

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, pihaknya mempertimbangkan pengajuan peninjauan kembali (PK) dalam kasus korupsi penghapusan piutang Bantuan Langsung Bank Indonesia (BLBI) terhadap Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI). PK ditujukan pada putusan kasasi yang membebaskan terpidana BLBI Syafruddin Arsyad Temenggung.

"Untuk PK nanti kita akan dalami, ya. Kalau ada itu bisa membantu apa ‘meng-clear-kan’ perkara, mengapa tidak? Kemarin kan tiga hakim beda semua kan, yang satu pidana, yang satu perdata, yang satu administrasi," kata Alexander di Jakarta, Selasa (1/10).

Sebelumnya, Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Andi Samsan Nganro menyatakan, hakim ad hoc tindak pidana korupsi, Syamsul Rakan Chaniago, terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim. Syamsul dihukum tidak boleh menangani perkara selama enam bulan.

Syamsul adalah salah satu hakim kasasi terdakwa mantan kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT). Pada 9 Juli 2019 lalu, majelis kasasi itu memutuskan Syafruddin tidak melakukan tindak pidana dan harus dikeluarkan dari tahanan.

Pelanggaran etik Syamsul karena namanya masih tercantum di kantor firma hukum walau sudah menjabat sebagai hakim ad hoc tipikor. Dia juga mengadakan pertemuan dengan pengacara SAT, yaitu Ahmad Yani, di Plaza Indonesia pada 28 Juni 2019 saat kasus SAT dalam proses persidangan.

"Akan kita dalami terkait dengan apa yang bersangkutan dijatuhi hukuman kode etik apakah terkait dengan penanganan perkara SAT. Sejauh mana relevansinya terkait dengan keputusan yang kemarin dia buat kan?" kata Alexander.

Meski begitu, dalam KUHAP, yang berhak mengajukan PK ialah terpidana atau ahli warisnya. Banyak pakar hukum mengatakan, pengajuan PK oleh jaksa adalah kekeliruan peradilan (rechtelijke dwaling). Mahkamah Konstitusi (MK) pada Mei 2016 juga memutuskan, jaksa tidak boleh mengajukan PK.

photo
Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung (kanan) meninggalkan Rutan Kelas 1 Jakarta Timur Cabang Rutan KPK, Jakarta, Selasa (9/7/2019).

Syafruddin adalah terpidana 15 tahun dalam kasus BLBI. Namun, Syafruddin mengajukan kasasi ke MA yang kemudian membatalkan putusan pengadilan. Ketua majelis Salman Luthan sependapat melihat perbuatan SAT adalah tindak pidana korupsi.

Namun, hakim anggota I, Syamsul Rakan Chaniago, berpendapat bahwa perbuatan SAT merupakan perbuatan hukum perdata. Sedangkan, hakim anggota II, Mohamad Asikin, berpendapat perbuatan SAT merupakan pelanggaran hukum administrasi. Syafruddin pun dikeluarkan dari penjara.

Pada Senin (30/9) malam, KPK menetapkan dua tersangka BLBI, Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim, sebagai buronan. KPK meminta Polri dan keimigrasian menerbitkan daftar pencarian orang (DPO) terhadap keduanya.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, permintaan serupa juga dialamatkan kepada Kedutaan Besar RI di Singapura agar mengumumkan kedua nama tersebut sebagai buronan. KPK menyinyalir pasangan tersebut berada di Negeri Singa. “KPK juga meminta bantuan CPIB (Corrupt Practice Investigation Bureau/KPK Singapura—Red) untuk menangkap dua tersangka, SJN dan ITN,” kata Febri.

Menurut Febri, penerbitan DPO setelah KPK menilai tak ada niat baik dari keduanya untuk memenuhi panggilan KPK sejak tersangka pada 10 Juni 2019. KPK sudah dua kali melayangkan surat pemanggilan, tetapi Sjamsul dan Itjih tetap mangkir. Karena itu, KPK berniat memanggil paksa keduanya dengan menerbitkan status buronan dan meminta Polri, keimigrasian, dan kedutaan RI untuk memulangkan keduanya.

Dalam skandal korupsi BLBI tahun 2003, KPK menuduh kedunya melakukan penggelapan dana BLBI yang digelontorkan kepada BDNI 2014. Sjamsul dan Itjih adalah pemegang saham BDNI, pihak obligor yang diwajibkan mengembalikan dana BLBI kepada BPPN. Status keduanya adalah pengembangan dari fakta sidang Syafruddin. n bambang noroyono/antara ed: ilham tirta

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement