REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus PDI Perjuangan terpilih periode 2019-2024 Puan Maharani mengaku telah ditunjuk oleh partainya untuk menjadi pimpinan DPR.
Saat ditanya mengenai sikapnya tentang peraturan pemerintah pengganti perundang-undangan (Perppu) UU Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK), Puan belum mau berkomentar.
"Urusan Perppu, kemarin itu saya Menko PMK (Pembangunan Manusia dan Kebudayaan) jadi belum bisa komen, ini baru berapa jam dilantik jadi anggota DPR," ujar Puan di ruang fraksi PDI Perjuangan, Selasa (1/10).
Menurut Puan, tidak elok jika ia mengomentari terkait hal itu lantaran tidak memiliki kapasitas untuk menjawab. "Saya masih anggota biasa masih anggota DPR yang baru berapa jam dilantik," tuturnya.
Untuk diketahui sikap sejumlah politikus PDI Perjuangan menolak soal Perppu. Politikus PDI Perjuangan Bambang Wuryanto mengkritisi rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurutnya jika hal itu dilakukan maka presiden dinilai tidak menghormati DPR.
"(Jika presiden keluarkan Perppu) ya mohon maaf, presiden nggak menghormati kita dong? Nggak menghormati kita bersama yang sudah membahas presiden dengan DPR. Nanti one day didemo lagi ganti lagi, demo lagi ganti lagi, susah," kata Bambang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (27/9).
Ia berpendapat jika ada yang tidak setuju dengan undang-undang tertentu, maka masyarakat bisa mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kendati demikian ia tetap mempersilakan apapun langkah yang diambil presiden.
Hal serupa juga disampaikan politikus PDI Perjuangan lainnya Andreas Hugo Pareira. Andreas mengatakan jika ada yang perlu direvisi maka bisa direvisi di periode selanjutnya.
"Tidak ada yang mendesak, dan ini juga belum dilaksanakan kan? Saya kira kalau presiden terlalu mudah dengan hal-hal yang mudah dengan Perppu, nanti setiap persoalan akan muncul seperti ini," tuturnya.