Selasa 01 Oct 2019 05:29 WIB

Pelajar dan Non Mahasiswa Ikut Berdemonstrasi

Polisi dan Mahasiswa Tenangkan Massa yang Ricuh

Rep: nawir arsyad akbar/febryan a/djoko suceno/dessy suciati saputri/arif satrio nugroho/inas widyanuratikah ed: satria kartika yudha / Red: Muhammad Subarkah
DEPOK--Sebanyak 175 pelajar SMA dan SMK diamankan aparat kepolisian Polresta Depok saat hendak berangkat ikutan demonstrasi ke Gedung DPR/MPR Jakarta. Para pelajar tersebut diamankan disejumlah kawasan, seperti di kawasan Limo, Parung dan Jalan Raya Bogor, Cimanggis, Kota Depok.
Foto: Republika/Rusdy Nurdiansyah
DEPOK--Sebanyak 175 pelajar SMA dan SMK diamankan aparat kepolisian Polresta Depok saat hendak berangkat ikutan demonstrasi ke Gedung DPR/MPR Jakarta. Para pelajar tersebut diamankan disejumlah kawasan, seperti di kawasan Limo, Parung dan Jalan Raya Bogor, Cimanggis, Kota Depok.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aksi demonstrasi di depan gedung DPR/MPR sempat berlangsung kondusif. Namun, menjelang sore hari, kericuhan mulai terjadi ketika massa dari kalangan nonmahasiswa dan pelajar semakin banyak berdatangan. Massa aksi yang tadinya berada dalam satu komando pun pecah menjadi dua kubu.

Massa aksi yang menggunakan jas almamater berusaha menenangkan pihak-pihak yang sejak sore tersulut emosinya. Namun, imbauan tersebut tak dihiraukan.

Puncak kericuhan terjadi sekitar pukul 18.00 WIB. Massa melempari peugas kepolisian dengan batu dan petasan. Satu bom molotov juga dilemparkan ke arah petugas dan wartawan yang sedang bertugas.

Saat itu, massa mahasiswa dan petugas kepolisian masih mencoba menenangkan massa yang ricuh. Namun, imbauan polisi dan koordinator lapangan tak dihiraukan oleh perusuh. Petugas yang berjaga kemudian melepaskan gas air mata. Massa yang tadinya melempari petugas pun terpecah ke berbagai arah.

Aksi menolak sejumlah rancangan undang-undang (RUU) bermasalah dan UU KPK hasil revisi terpantau kondusif pada siang hari. Saat itu, massa kebanyakan berasal dari kalangan mahasiswa, siswa, aliansi buruh, dan para petani. Mereka menyampaikan orasinya dengan baik.

Petugas kepolisian tampak mencoba bertindak persuasif. Sebelum melepaskan gas air mata ke kerumunan massa, aparat kepolisian sempat mengimbau massa untuk membubarkan diri. "Cukup, adik-adik. Kami bukan musuh kalian," kata Kapolres Jakarta Pusat Kombes Harry Kurniawan lewat pengeras suara.

Massa tak mengindahkan permintaan Harry. Mereka terus melempari batu dan botol minum ke arah aparat yang telah membuat barikade. Aparat pun akhirnya mulai menembakkan gas air mata ke arah massa untuk memukul mundur kerumunan.

Aksi demonstrasi membuat fasilitas publik terganggu. Massa aksi yang membeludak membuat jalan tol yang berada di depan gedung DPR terpaksa ditutup. Perjalanan kereta api yang berelasi dengan stasiun di dekat lokasi massa juga terdampak.

Berdasarkan pantauan, massa memblokade jalan tol sejak pukul 16.40 WIB. Akibatnya, arus lalu lintas yang berada di sekitar lokasi terhambat. Sejumlah pengendara juga harus terjebak di jalan tol.

Seorang pengendara mobil, Ridwan (48 tahun), sangat menyayangkan aksi demonstrasi yang diwarnai kericuhan. Saat kericuhan terjadi pada kemarin sore, Ridwan baru saja pulang dari kantornya. Namun, saat melewati Jalan Gatot Subroto, lalu lintas di sana terhambat karena ada kericuhan. Ridwan pun harus berkendara dengan penuh rasa takut.

"Takut dipukul-pukul atau ditimpuk batu. Kalau rusak atau kaca dipecahkan, bahaya bagi saya yang ada di dalam," ujar Ridwan.

Beruntung, kata Ridwan, ada petugas kepolisian yang membantu untuk membuka jalan. Massa yang mengenakan jas almamater juga membantu membuka jalan yang terhalang.

"Ini memang orang-orang yang demo berbeda. Mahasiswa saya lihat membantu membuka jalan dan menghalau massa yang marah, tapi yang berbaju bebas sepertinya memang tujuannya lain," ujar Ridwan.

Rasa takut juga dirasakan sejumlah penumpang bus yang melewati kerumunan massa. Salah satunya adalah Maryam (38). "Tentu takut ya, namanya mau pulang ke rumah tapi lewatin beginian, takut pada lempar batu. Tapi, bapak-bapaknya (penumpang bus) penasaran pada foto-foto," ujar Maryam.

Ia menceritakan, busnya terjebak sekitar 45 menit di Jalan Gatot Subroto. Menurut dia, itu tidak akan menjadi masalah jika terjebak dalam kemacetan seperti biasanya.

Namun, kali ini kemacetan disebabkan adanya kericuhan. Ia bersyukur karena bus yang ditumpanginya dapat melewati kericuhan. "Alhamdulillah, enggak masalah telat pulang asal selamat sampai rumah," ujar Maryam.

Kemarin, PT KAI Daop 1 Jakarta sempat menutup sementara layanan penumpang di Stasiun Palmerah. Penutupan itu karena imbas aksi demonstrasi di sekitar gedung DPR/ MPR pada Senin (30/9) petang.

Kepala Humas PT KAI Daop 1 Jakarta Eva Chairunisa mengatakan, perjalanan kereta dari Maja, Serpong, Rangkasbitung, menuju Tanah Abang hanya dapat dilakukan dari Stasiun Kebayoran dan sebaliknya. "Perjalanan Kereta dari Stasiun Tanah Abang masih dibatalkan sementara," kata Eva.

Aksi demonstrasi di sejumlah daerah juga diwarnai kericuhan. Dalam aksi unjuk rasa mahasiswa di depan gedung DPRD Jabar, kericuhan terjadi sekitar pukul 17.00 WIB. Mahasiswa berusaha menjebol pintu gerbang kantor wakil rakyat tersebut. Mereka juga melempari berbagai benda ke arah halaman gedung DPRD Jabar. Upaya mahasiswa menjebol pintu gerbang berhasil dihalau petugas gabungan TNI-Polri.

Petugas menembakkan gas air mata ke arah massa yang memadati Jl Diponegoro, persis di depan gedung DPRD. Tembakan gas air mata membubarkan konsentrasi massa di lokasi tersebut. Massa mahasiswa pun berhamburan menuju depan Gedung Sate (Jl Diponegoro), Jl Cimandiri, dan Jl Trunojoyo. Tak hanya gas air mata, polisi juga mengerahkan satu unit mobil water cannon untuk menghalau massa.

Respons pemerintah dan DPR

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, pemerintah mendengarkan tuntutan yang disampaikan para mahasiswa. "Kita mendengar kok, bahkan sangat mendengarkan," kata Jokowi saat memberikan keterangan pers di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin. Biasanya, Kepala Negara berada di Istana Negara Jakarta pada Senin, tetapi kemarin Jokowi memilih tetap berada di Bogor.

Terkait aksi unjuk rasa yang belakangan marak terjadi, Jokowi tak mempermasalahkannya. Sebab, penyampaian pendapat dilindungi konstitusi. Akan tetapi, Jokowi berpesan agar massa tak bertindak anarkistis dalam menyampaikan aspirasi.

"Yang paling penting jangan rusuh, jangan anarkistis, sehingga menimbulkan kerugian. Jangan sampai ada yang merusak fasilitas-fasilitas umum. Yang paling penting itu,\" ujar Jokowi.

Jokowi sebelumnya telah meminta DPR RI untuk menunda pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dan RUU Pemasyarakatan yang dipersoalkan publik. Sejatinya, kedua RUU itu diparipurnakan pada September ini. Sementara, terkait UU KPK hasil revisi, Jokowi telah menyatakan bakal mempertimbangkan penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).

DPR sebelumnya juga telah sepakat menunda pengesahan RKUHP dan RUU Pemasyarakatan. Bahkan, pada rapat paripurna terakhir DPR periode 2014-2019, kemarin, sama sekali tidak ada agenda pengesahan RUU. Sebaliknya, DPR kembali menegaskan akan melimpahkan pembahasan RKUHP kepada DPR RI periode 2019-2024.

"Seluruh fraksi memahami situasi sehingga menyetujui RUU tersebut ditunda dan dilimpahkan pada masa persidangan pertama DPR periode akan datang," kata Bambang selaku pimpinan rapat.

Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir berharap mahasiswa tak lagi berdemonstrasi. Sebab, kata dia, tuntutan yang diajukan sudah ditanggapi oleh pemerintah dan DPR. "Yang didemokan apa lagi? Tuntutan mereka untuk ditunda sudah ditunda," kata Nasir.

Terkait tuntutan mahasiswa ihwal UU KPK hasil revisi yang sudah disahkan, Nasir menyarankan mahasiswa sebaiknya berjuang dengan melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Saat ini, kata Nasir, perppu KPK yang diharapkan mahasiswa juga sedang dipertimbangkan Presiden.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement