Senin 30 Sep 2019 13:00 WIB

MK Sebut Uji Materi UU KPK Terburu-buru

MK memberikan waktu perbaikan hingga 14 Oktober.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Muhammad Hafil
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (tengah) bersama Majelis Hakim Wahiduddin Adams (kiri) dan Enny Nurbaningsih (kanan) berbincang disela jalannya sidang perdana uji materi UU KPK di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (30/9).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (tengah) bersama Majelis Hakim Wahiduddin Adams (kiri) dan Enny Nurbaningsih (kanan) berbincang disela jalannya sidang perdana uji materi UU KPK di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (30/9).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-- Mahkamah Konstitusi (MK) mengkritisi penomoran Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat sidang pendahuluan uji materi terhadap aturan ini, Senin (30/9). Sebagaimana diketahui, UU KPK hasil revisi hingga saat ini belum diundangkan di lembaran negara oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

Hakim Konstitusi, Wahiduddin Adams, mengatakan dalam petitum terkait permohonan uji formil terhadap UU KPK hasil revisi, tidak disebutkan adanya nomor aturan tersebut.  Menurut Wahiduddin, hal ini mengesankan uji materi menjadi terburu-buru. 

Baca Juga

"Jadi ini supaya diperhatikan dan kelihatan memang terburu-buru dan menunggu nomor dari UU yang sudah disetujui bersama. Dan memang sebagaimana kita ketahui dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan undang-undang, bahwa pembentukan undang-undang itu membutuhkan tahapan perencanaan, ini sudah, penyusunan sudah, pembahasan sudah, pengesahan itu uang belum.  Karena pengesahan oleh Presiden, dan pengundangan, " ujar Wahiduddin saat sidang pendahuluan di Gedung MK, Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin.  

Sementara itu, hakim konstitusi Enny Nurbaningsih, mengungkapkan nantinya pemohon boleh menempuh proses perbaikan permohonan. Enny menggarisbawahi nomor undang-undang harus ditegaskan dalam perbaikan permohonan nanti.  

"Jadi betul sekali, harus ada kepastian bahwa apa yang sebetulnya Maz Zico ingin ajukan permohonan ke MK.  Harus ada kepastian, mau melakukan uji materi yang mana ke MK. Sebab walau bagaimanapun MK tidak mungkin memutus putusannya titik-titik gitu, " ujar Enny.  

Sebab, kata Enny, dalam judul permohonan uji materi yang diajukan hanya diberi tulisan titik-titik sebagai objek gugatannya. "Kalau kemudian UU masih titik-titik (belum ada nomor), maka belum memiliki kekuatan yang mengikat. Kekuatan mengikat baru bisa setelah diundangkan, sehingga keluar lembaran negaranya terkait batang tubuhnya," tegasnya. 

Enny meminta Zico Leonard sebagai kuasa pihak pemohon untuk membaca pasal 87 UU Nomor 12 Tahun 2011. Di dalamnya, kata Enny, menyatakan bahwa UU mulai berlaku dan memiliki kekuatan hukum mengikat saat tanggal diundangkan.

"Ini kan belum ada kekuatan mengikatnya. Jadi harus dipikirkan dulu, " tegas Enny.  

Sebelumnya, MK menggelar sidang perdana terhadap UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi, Senin. Uji materi ini diajukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), selaku pemohon.  Para  mahasiswa ini diwakili kuasa, pemohon Zico Leonard Simanjuntak. 

Mereka mengajukan uji materi karena menilai UU KPK hasil revisi cacat formil dan materiil. Dari sisi formil, pemohon mempersoalkan rapat paripurna DPR saat mengesahkan revisi UU KPK.

Sebagaimana diketahui, pengesahan pada 17 September lalu hanya dihadiri oleh 80 anggota DPR saja. Selain itu, proses penyusunan revisi UU KPK ini disebut tidak melibatkan masyarakat. 

Kemudian dari sisi materiil, pemohon mempersoalkan pasal 29 UU KPK hasil revisi. Pasal tersebut mengatur bahwa pimpinan KPK harus memenuhi syarat tidak pernah melakukan perbuatan tercela, memiliki reputasi baik dan melepaskan jabatan struktural atau jabatan lain selama menjadi pimpinan KPK. Sementara itu, untuk diketahui, hingga saat ini UU KPK hasil revisi belum disahkan dalam lembaran negara. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement