REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah tokoh agama meminta pemerintah hadir dan memaksimalkan perlindungan terhadap warga di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua. Selain itu, warga juga diminta menahan diri dan tak mudah terprovokasi.
"Pemerintah hendaknya mengoptimalkan langkah-langkah perlindungan terhadap seluruh warga serta mencari solusi yang terbaik dalam menangani dan menyelesaikan masalah di bumi Papua tersebut," ujar Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir kepada Republika, Ahad (29/9).
Dia mengatakan, negara wajib hadir melindungi seluruh bangsa dan tumpah darah Indonesia sebagaimana amanat konstitusi. Menurut dia, keselamatan seluruh warga diutamakan untuk dilindungi bersama. "Kami percaya pemerintah, khususnya TNI dan Polri, didukung semua kekuatan masyarakat dapat mengatasi situasi di Wamena," ucapnya.
Setelah mengikuti dengan saksama apa yang terjadi di Wamena dalam beberapa hari terakhir, kata dia, Muhammadiyah juga menyampaikan dukacita dan keprihatinan yang mendalam atas korban yang meninggal maupun yang luka-luka dan mereka yang mengungsi. Karena itu, Haedar juga mengimbau kepada seluruh pihak untuk menahan diri demi terciptanya situasi yang kondusif.
"Kepada semua pihak di seluruh Tanah Air hendaknya dapat menahan diri serta sama-sama menciptakan suasana tenang dan kondusif dengan mengedepankan solusi," kata Haedar.
Haedar yakin apa yang terjadi di Wamena sama-sama tidak dikehendaki dan semuanya berusaha untuk mewujudkan suasana aman dan damai disertai islah dalam semangat kebersamaan sebagai satu keluarga besar bangsa Indonesia yang dijiwai Bhinneka Tunggal Ika.
"Kita selaku insan beragama senantiasa berdoa kepada Allah SWT agar bangsa Indonesia senantiasa diberi petunjuk dan jalan kebaikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta dengan kekuatan iman dan taqwa dapat memperoleh ridha-Nya," ujarnya.
Haedar menambahkan, suasana aman dan damai menjadi sangat penting untuk diciptakan bersama oleh seluruh pihak. Oleh karena itu, dia mengajak semua pihak untuk mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang bisa membuat suasana di Wamena menjadi kondusif kembali. "Jangan dikembangkan opini dan pernyataan-pernyataan yang tidak mendukung susana kondusif di Wamena maupun Papua secara keseluruhan," tuturnya.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Marsudi Syuhud juga mengimbau masyarakat di Papua untuk merajut persaudaraan pascakerusuhan yang menyebabkan puluhan masyarakat meninggal dunia di Wamena pada 23 September 2019 lalu.
“Kami ikut mengimbau agar masyarakat di sana cepat-cepat merajut persaudaraan antara mereka sendiri di tempat itu sendiri, di Papua itu sendiri, karena sesungguhnya kejadian itu kerugiannya juga pada orang Papua itu sendiri,” ujar Kiai Marsudi saat dihubungi Republika, Ahad (29/9).
Selain itu, Kiai Marsudi juga mengimbau masyarakat di Papua, khususnya warga NU, agar tidak ikut melakukan provokasi. Khususnya dalam menyampaikan pendapat di muka umum sehingga situasi cepat kondusif. “Yang ada di Papua, mudah-mudahan mereka kalau ada kekerasan yang sampai meninggal gitu, cepat-cepat cooling down dulu,” ucapnya.
Ketua Bidang Ukhuwah Islamiyah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat ini mengatakan, semua masyarakat yang tinggal di Papua sedianya bukan orang jahat. Karena itu, dia berharap masyarakat di sana bisa menjaga dirinya masing-masing sehingga tidak menjalar ke isu konflik keagamaan ataupun kesukuan.
“Jangan sampai ini bertambah panjang lagi karena nanti kalau lebih panjang akhirnya sulit nyetop karena semua merasa ada sesuatu yang salah atau dendam. Untuk itu, tetap menjaga kewaspadaan ini, siapa saja, dari pihak aparat pun demikian,” kata Kiai Marsudi.
Suasana ruangan Kantor Bupati Jayawijaya yang terbakar saat aksi unjuk rasa di Wamena, Jayawijaya, Papua, Kamis (26/9/2019).
Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis) Ustaz Jeje Zaenudin juga mengimbau kepada semua pihak, khususnya umat Islam yang tinggal di Wamena, agar selalu waspada terhadap upaya provokosi yang ingin memecah persatuan antarelemen bangsa.
"Kami mengimbau warga jamiyah dan semua pihak untuk waspada dari segala upaya provokasi yang bertujuan menciptakan situasi yang mendorong pada separatisme dan disintegrasi bangsa," ujar Ustaz Jeje saat dihubungi Republika, Ahad.
Ia mengingatkan, para pengungsi di Papua tentunya membutuhkan uluran tangan dari semua pihak untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Karena itu, Ustaz Jeje juga mengajak kepada umat Islam untuk meringankan beban mereka. "Mengajak warga jamiyah untuk ikut membantu meringankan beban kesulitan saudara kita di Wamena secara moril maupun material dengan cara apa pun yang dibenarkan aturan dan hukum yang berlaku," ucap Ustaz Jeje.
Menurut dia, Pimpinan Pusat Persis sangat prihatin dan berduka cita atas meninggalnya 32 korban kerusuhan brutal yang terjadi di Wamena itu. Menurut dia, Persis juga mengecam keras para perusuh dalam peristiwa tersebut.
Di samping itu, Ustaz Jeje juga meminta kepada aparat pemerintah agar melakukan upaya maksimal dalam melindungi masyarakat di sana, terutama para pendatang, dari tindakan brutal yang berlatar belakang SARA, sehingga korban harta benda dan nyawa tidak bertambah lagi. "Jika upaya antisipatif tidak dilakukan dengan maksimal dan optimal oleh pemerintah, maka potensi kerusuhan bisa semakin meluas dan makin sulit dikendalikan," kata dia.
Ketua Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) Pendeta Albertus Patty menilai, sudah tampak jelas bahwa motif kerusuhan yang terjadi di Wamena adalah untuk mengadu domba sesama anak bangsa, baik penduduk lokal Papua maupun pendatang yang selama ini hidup rukun. "Oleh karena itu, kita berharap masyarakat di Papua, apa pun etniknya, tidak terperangkap pada skenario adu domba," ujar Albertus kepada Republika, Ahad.
Menurut dia, respons emosional yang berbahaya tidak akan menyelesaikan masalah, tapi hanya akan memperuncing dan bahkan memperluas wilayah konflik. "Tampaknya berbagai peristiwa belakangan ini termasuk kerusuhan di Wamena ini ditujukan untuk menghancurkan nama baik pemerintahan Jokowi," ucapnya.
Oleh karena itu, lanjut dia, PGI menghimbau agar masyarakat jangan terlalu cepat termakan isu yang makin memanaskan situasi, lalu tanpa fakta yang jelas menuding pihak lainnya. "Kita harus tahu bahwa sesungguhnya saat seperti ini kebenaran lah yang sedang dikorbankan. Oleh karena itu kita harus mengimbau agar semua tetap tenang, jangan emosional yang berpotensi menghancurkan kita semua," katanya. n muhyiddin, ed: fitriyan zamzami