Sabtu 28 Sep 2019 17:13 WIB

KPAI Sayangkan Terlibatnya Anak-Anak dalam Aksi Mujahid 212

Keterlibatan anak dalam demonstrasi di jalanan dianggap tak tepat.

Rep: Ronggo Astungkoro / Red: Nashih Nashrullah
Massa yang tergabung dalam Aksi Mujahid 212 Selamatkan NKRI bergerak dari Bundaran HI ke Istana Negara, Sabtu (28/9).
Foto: Republika/Zainur Mahsir Ramadhan
Massa yang tergabung dalam Aksi Mujahid 212 Selamatkan NKRI bergerak dari Bundaran HI ke Istana Negara, Sabtu (28/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyayangkan terlibatnya anak-anak dalam Aksi Mujahid 212. KPAI menemukan, anak-anak yang mengikuti aksi tersebut tidak memahami apa yang menjadi tuntutan peserta demo tersebut.  

"Kita menyayangkan anak-anak yang datang dalam aksi tersebut tidak mengerti dan memahami apa yang menjadi tuntutan peserta demo tersebut," ujar Komisioner KPAI Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak, Jasra Putra, melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (28/9). 

Baca Juga

Jasra mengatakan, anak-anak tersebut datang karena mengikuti ajakan orang tua mereka. Ada pula yang datang sendiri bersama temannya karena mendapatkan informasi dari media sosial. 

"Jadi anak-anak kita menjadi korban dari orang dewasa yang sangat kita sayangkan minim perspektif perlindungan anaknya," kata dia.

Jasra mengatakan, KPAI melakukan pengawasan terhadap pelibatan anak-anak dalam demo Aksi Mujahid 212 Jakarta. Dalam pantauan yang dilakukan sejak pagi pukul 06.00 WIB sampai berakhir acara pukul 12:00 WIB, ratusan anak-anak terlibat dalam kegiatan tersebut.

"Anak-anak yang ikut aksi ini usianya beragam, mulai balita, usia 12-18 tahun dari berbagai daerah di antaranya Bogor, Bekasi, Jakarta, dan Banten," jelasnya.

Dalam pantauan yang dilakukan enam orang staff dan Komisioner KPAI itu ditemukan, anak-anak mengalami kelelahan dalam mengikuti aksi. 

Sebagian mereka datang bersama teman dari Bogor mulai dari satu hari sebelumnya. Mereka bermalam di masjid sekitar Juanda, Tanah Abang, dan ada juga di tidur di emperan bangunan Monas.

"Tampak di lokasi anak-anak mulai kelelahan fisik, ada yang tidur-tiduran di aspal samping area aksi. Mereka tidak memiliki uang untuk kembali ke Bogor, sehingga panitia harus memastikan kepulangan mereka dengan selamat," katanya.

Bahkan, kata Jasra, KPAI mengimbau agar mobil komando bisa menyampaikan agar anak-anak dipisah dari orang dewasa atau beristirahat dalam area Monas yang agak lebih aman dan nyaman. 

Tapi, usulan tersebut sampai kegiatan selesai tidak dilaksanakan. "Kita sangat menyesalkan masih minimnya kesadaran perlindungan anak yang seharusnya bisa diberikan orang dewasa," ungkap dia.

Dia menyampaikan, hak menyampaikan pendapat bagi anak dijamin dalam Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak nomor 35 tahun 2015 dalam pasal 24. 

Pasal itu menyatakan, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasanya.

"Namun dilarang oleh UU bila berada dalam situasi yang mengandung unsur Kekerasan dan mengancam jiwa, seperti berada di jalanan dan berada di lautan massa," terangnya.

Di sisi lain, jelas Jasra, anak-anak dan pelajar dalam menyampaikan pendapat harus difasilitasi dan berada diruang yang aman dan nyaman. Dengan begitu, pendapat dan pandangan anak tersebut bisa didengar dan dihormati oleh orang dewasa. "KPAI berharap penyampaian pendapat segera dapat selesai dan anak anak bisa segera kembali ke rumah," jelasnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement