Sabtu 28 Sep 2019 07:23 WIB

Wiranto: Polisi tidak Punya Maksud Membunuh Masyarakat

Wiranto mengatakan ada pihak yang ingin adanya korban.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ani Nursalikah
Menko Polhukam Wiranto memberikan keterangan pers terkait revisi UU KPK di Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Menko Polhukam Wiranto memberikan keterangan pers terkait revisi UU KPK di Jakarta, Rabu (18/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, mengatakan, polisi tidak memiliki maksud membunuh masyarakat. Ia meminta masyarakat menunggu hasil investigasi terkait kematian mahasiswa yang mengikuti demonstrasi.

"Semuanya tidak direncanakan, nggak ada maksud polisi membunuh masyarakat, nggak ada sama sekali," ujar Wiranto di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Jumat (27/9).

Baca Juga

Dia mengatakan, polisi sedang melakukan investigasi terhadap kematian mahasiswa yang mengikuti unjuk rasa tersebut. Masyarakat pun diminta menunggu hasil investigasi itu.

"Itu polisi sekarang jelaskan, sedang melaksanakan investigasi. Kenapa, pelurunya kaliber berapa, tembakannya dari mana, oh berarti yang nembak tuh siapa. Tunggu dulu," katanya.

Wiranto kembali mengingatkan, ada pihak tertentu yang memang menginginkan timbulnya korban dari demonstrasi. Adanya korban tersebut akan menjadi martir untuk menyulut emosi publik yang berujung pada kerusuhan massa.

"Massa kemudian nanti ya emosi terjadi satu kerusuhan massa, yang rugi negara, yang rugi masyarakat. Saya itu memperingatkan seperti itu," ujarnya.

Sebelumnya, Wiranto mengatakan, akan ada gelombang baru gerakan yang ingin menggulingkan pemerintah. Gerakan tersebut melibatkan beberapa kelompok masyarakat.

"Dari informasi yang kita terima, nantinya akan ada satu gerakan gelombang baru. Ini supaya kita waspada, kita sudah tahu, akan ada satu bentuk gerakan gelombang baru, yang akan melibatkan beberapa kelompok masyarakat," ujar Wiranto dalam konferensi pers di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (26/9).

Kelompok pelajar, kata dia, sudah dilibatkan kemarin. Menurut dia, gerakan itu menghasut dan memprovokasi para pelajar untuk berhadapan dengan aparat keamanan. Dari sana, mereka berharap akan adanya korban yang berujung pada ketidakpercayaan kepada pemerintah.

"Korban menjadi martir. Martir kemudian menciptakan suatu gerakan yang lebih besar lagi. Gerakan yang lebih besar lagi menyebabkan chaos, dan chaos akan membangun ketidakpercayaan kepada pemerintah yang sah. Itu yang disasar oleh mereka," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement