REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yassona Laoly masih enggan menjelaskan terkait peluang penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sebagai pengganti hasil revisi UU KPK yang telah disahkan. Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya membuka peluang menerbitkan Perppu) tersebut.
"Nggak tahu, saya terlambat tadi. Tanya Pak Presiden saja," ujar Yasonna usai bertemu Presiden Jokowi di Istana, Jumat (27/9) pagi ini.
Pagi ini, Presiden memanggil sejumlah menteri ke Istana untuk membahas situasi terakhir di Tanah Air. Kendati demikian, para menteri yang hadir enggan memberikan komentarnya terkait hasil pertemuan itu.
"Bahas situasi terakhir," kata dia singkat.
Sejumlah menteri seperti Menteri Pertahanan Ryamizrad Ryacudu, Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Menteri ESDM Ignasius Jonan, serta Kepala Bekraf Triawan Munaf tampak tiba di Istana.
Selain masalah karhutla serta kericuhan di Papua, juga terjadi aksi unjuk rasa para mahasiswa di berbagai daerah untuk menolak RUU yang bermasalah. Gerakan mahasiswa tersebut bahkan diwarnai dengan kericuhan dan aksi kekerasan dari pihak aparat keamanan.
Menyikapi desakan dari masyarakat, Presiden Jokowi memutuskan akan membuka peluang penerbitan Perppu atas hasil revisi UU KPK yang telah disahkan DPR. Padahal, sebelumnya Presiden sempat menegaskan menolak penerbitan Perppu.
Opsi penerbitan Perppu tersebut disampaikannya setelah ia menerima masukan dari berbagai tokoh bangsa.
"Berkaitan dengan UU KPK yang sudah disahkan oleh DPR, banyak sekali masukan-masukan juga yang diberikan kepada kita utamanya memang masukan itu berupa penerbitan Perppu," ujar Jokowi saat memberikan pernyataan persnya di Istana Merdeka, Kamis (26/9).