Jumat 27 Sep 2019 07:35 WIB

Polisi Diminta tidak Represif

Aksi demo mahasiswa di Kendari menimbulkan korban jiwa.

Mahasiswa berjalan menuju gedung DPRD Sulawesi Tenggara untuk melakukan aksi unjuk rasa di Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (26/9/2019).
Foto: Antara/Jojon
Mahasiswa berjalan menuju gedung DPRD Sulawesi Tenggara untuk melakukan aksi unjuk rasa di Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (26/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, KENDARI -- Mahasiswa di berbagai daerah kembali melakukan aksi unjuk rasa menolak sejumlah rancangan undang-undang (RUU) bermasalah. Sebagian besar aksi berujung ricuh. Bahkan, aksi yang dilakukan mahasiswa Kota Kendari di depan gedung DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara, Kamis (26/9), berujung dengan adanya korban jiwa.

Seorang mahasiswa Fakultas Perikanan Universitas Halu Oleo, Immawan Randi (21), meninggal dunia diduga akibat luka tembak di bagian dada. Randi sempat dibawa ke Rumah Sakit TNI AD dr Ismoyo pada pukul 16.18 WITA. Setelah menjalani perawatan kurang lebih lima menit, mahasiswa tersebut meninggal dunia.

“Kami belum bisa pastikan apakah penyebab kematiannya terkena peluru tajam atau peluru karet,” kata Danrem 143/HO Kolonel Inf Yustinus Nono Yulianto kepada awak media di RS TNI AD dr Ismoyo, Kamis sore. Setelah dinyatakan meninggal, jenazah Randi dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Kendari untuk diautopsi.

Pihak kepolisian membenarkan adanya korban meninggal akibat unjuk rasa di depan gedung DPRD Sulawesi Tenggara. "Seorang pengunjuk rasa bernama Randi meninggal dunia. Namun, sebab kematian masih dalam proses outopsi," kata Kabid Humas Polda Sultra, AKBP Harry Goldenhart, di Kendari, Kamis.

Harry mengakui, ada luka di bagian dada korban. Namun, Harry mengaku belum bisa mengungkapkan penyebab korban mengalami luka tersebut. "Masih diselidiki luka tersebut akibat apa," ujar Harry.

Peristiwa yang menelan korban jiwa tersebut terjadi sekitar pukul 15.30 WITA saat massa dipukul mundur dari kawasan gedung DPRD Sultra oleh aparat kepolisian. Harry menegaskan, personel yang ditugaskan mengamankan aksi unjuk rasa tidak dibekali peluru tajam dan peluru karet.

"Sebelum bertugas personel diperiksa. Sesuai SOP hanya melengkapi diri dengan tameng, tongkat, dan peluru gas air mata," ujarnya. Sementara, kendaraan taktis yang digunakan adalah water cannon atau meriam air dan mobil sound system pengurai massa.

Aksi tersebut juga menyebabkan 15 orang mengalami luka-luka. Korban luka-luka menjalani perawatan intensif di sejumlah rumah sakit. Tiga korban luka di antaranya merupakan personel kepolisian dan seorang staf sekretariat DPRD Sultra.

Ribuan massa gabungan dari mahasiswa sejumlah perguruan tinggi di Kota Kendari mendatangi gedung DPRD Sultra Jalan Abdullah Silondae sekitar pukul 10.00 WITA. Kehadiran ribuan massa pengunjuk rasa yang sebagian mengenakan almamater diterima Ketua DPRD Sultra Abdurrahman Shaleh, para wakil ketua DPRD Sultra, serta sejumlah anggota DPRD setempat.

Randi dikabarkan pernah mengikuti jenjang kaderisasi tiga organisasi mahasiswa Islam, yakni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang berafiliasi dengan NU, dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

photo
Personel Polda Sulawesi Tenggara berusaha membubarkan mahasiswa yang berusaha masuk ke dalam gedung DPRD Sulawesi Tenggara saat aksi unjuk rasa di Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (26/9/2019).

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Najih Prastiyo mengutuk keras kekerasan yang dilakukan oknum petugas kepolisian. Menurut Najih, peristiwa ini adalah bukti nyata dari tindakan represif yang dilakukan pihak keamanan terhadap mahasiswa yang ingin menyuarakan aspirasinya.

“Kami, IMM se-Indonesia menyatakan belasungkawa yang mendalam atas meninggalnya salah satu kader IMM yang tertembak peluru tajam ketika melakukan aksi unjuk rasa di Kendari, Sulawesi Tenggara. Ini adalah kehilangan yang sangat besar bagi kami," ujar Najih.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) berjanji segera memanggil Kapolri Jenderal Tito Karnavian terkait adanya tindakan kekerasan aparat keamanan terhadap para mahasiswa. Jokowi menegaskan, penanganan aksi demonstrasi harus dilakukan secara terukur dan tak represif.

"Tadi kami sudah dapat masukan, nanti saya akan telepon langsung kepada Kapolri agar dalam menangani setiap demonstrasi itu dilakukan dengan cara-cara yang tidak represif, yang terukur," ujar Jokowi saat memberikan pernyataannya di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9).

Kendati demikian, Presiden meminta agar aparat bertindak tegas jika aksi unjuk rasa berakhir anarkistis dengan merusak fasilitas umum. "Namun, kalau sudah anarkistis seperti tadi malam, ya memang harus tindakan tegas," kata Jokowi.

photo
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Jawa Timur melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD Jatim, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (26/9/2019).

Mahasiswa di berbagai daerah sampai kemarin masih melakukan aksi demonstrasi. Di Surabaya, Jawa Timur, kelompok mahasiswa yang merupakan gabungan dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Surabaya menggelar aksi bertajuk 'Surabaya Menggugat' di depan gedung DPRD Jatim, Jalan Indrapura, Surabaya. Aksi gabungan tersebut dimaksudkan untuk menuntut prnolakan revisi UU KPK, RKHUP, RUU Pertanahan, dan beberapa RUU bermasalah lainnya.

Aksi yang berlangsung mulai pukul 11.00 WIB sempat memanas. Massa aksi sempat melemparkan botol air minum ke arah petugas yang bejaga. Pelemparan dilakukan karena massa aksi yang komandonya berada tepat di tengah kerumunan massa tidak ditemui Ketua DPRD Jatim, Kusnadi. Kusnadi malah mengunjungi mobil komando massa aksi yang berada di sisi selatan.

Aksi pelemparan tersebut tidak berlangsung lama dan melebar. Kericuhan bisa diredam. Koordinator aksi mengingatkan massa untuk tak terprovokasi. "Satu komando, satu tujuan. Satu komando, satu tujuan. Jangan terprovokasi," demikian teriak pemegang komando yang langsung direspons baik oleh para peserta aksi.

Tuntutan yang disuarakan mahasiswa, di antaranya mendesak pembatalan Undang-Undang KPK yang telah disahkan oleh DPR. Massa aksi menuntut dikeluarkannya perppu untuk membatalkan UU KPK tersebut. Mereka juga menolak RKUHP yang dianggap mengandung banyak pasal bermasalah. n amri amrullah/dessy suciati saputri/dadang kurnia ed: satria kartika yudha

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement