Kamis 26 Sep 2019 16:30 WIB

Mahfud: Kalau Menurut Presiden Sekarang Genting, Ya Perppu

Desakan Presiden menerbitkan Perppu KPK menjadi salah satu tuntutan demo mahasiswa.

Ketua Umum Gerakan Suluh Kebangsaan Mahfud MD menyampaikan konferensi pers Membaca Indonesia Tahun 2024 di Jakarta, Rabu (25/9/2019).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Ketua Umum Gerakan Suluh Kebangsaan Mahfud MD menyampaikan konferensi pers Membaca Indonesia Tahun 2024 di Jakarta, Rabu (25/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) menjadi jalan keluar terakhir guna mengatasi persoalan undang-undang yang saat ini menjadi perdebatan seperti UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Diketahui, desakan Presiden menerbitkan Perppu KPK menjadi salah satu tuntutan demo mahasiswa.

"Opsi kalau memang terpaksa presiden membuat Perppu. Tentunya berdasarkan kegentingan situasi," kata Mahfud MD di Jakarta, Kamis.

Baca Juga

Proses pembuatan Perppu tersebut, kata dia, memang diatur dalam Undang-undang Dasar Pasal 22 ayat 1 yang menjabarkan, dalam ihwal kegentingan yang memaksa, presiden berhak mengeluarkan Perppu. "Kalau memang terpaksa pilihannya Perppu ya bisa saja, kalau menurut pandangan presiden dalam situasi seperti sekarang ini genting, ya keluarkan Perppu," katanya.

Perppu, menurut Mahfud, bukan merupakan hal yang baru di Indonesia, di zaman kepemimpinan Presiden SBY pun, pemeriksaan pernah mengeluarkannya Perppu. SBY bahkan menerbitkan Perppu dua hari pascapengesahan undang-undang.

"Tetapi Perppu berisiko, itu bisa pada masa sidang berikutnya ditolak, Perppu itu dibahas oleh DPR, DPR bisa menentukan itu ditolak atau diterima," ucapnya.

Mahfud lebih menyarankan pihak-pihak yang belum puas dengan UU KPK untuk menempuh jalur legislative review sebagai jalan tengah penyelesaiannya. "Kalau saya sih menyarankan legislative review saja, dan diagendakan dalam prolegnas, untuk dibahas kembali," katanya.

Lewat proses tersebut semua pihak bisa kembali memberikan masukan penyempurnaan terkait pasal-pasal yang masih kontroversial. Legislative review itu, menurut dia, merupakan cara yang paling lembut atau lunak untuk ditempuh, artinya cara yang paling kecil potensi keributannya.

"Jalan tengah ini bisa diprioritaskan pada awal pemerintahan dan DPR yang baru. Tetapi kalau tidak yakin misalnya, waduh sikap DPR seperti itu, maka bisa menempuh cara konstitusional lain, judicial review," ujar Mahfud.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly tidak menyetujui usulan sejumlah pihak mengenai penerbitan Perppu KPK. Presiden Jokowi juga sudah menyatakan tidak akan menerbitkan Perppu.

"Kalau menurut saya pakai mekanisme di MK (Mahkamah Konstitusi, Red) saja, tidak perlu Perppu," kata Yasonna di lingkungan istana kepresidenan Jakarta, Rabu (25/9).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement