REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengatakan, gas air mata kedaluwarsa yang memiliki kandungan kimia chlorobenzylidenemalononitrile (CS), chloroacetophenone (CN) bisa jadi racun mematikan. Ketua Umum Pengurus Besar (PB) IDI Daeng M Faqih menjelaskan, ada tiga jenis kandungan kimia dalam gas air mata yaitu chlorobenzylidenemalononitrile (CS), chloroacetophenone (CN), dan pepper spray atau semprotan merica.
Meski sama-sama menimbulkan proses peradangan atau iritasi di semua selaput lendir seperti mata bagian dalam, hidung bagian dalam, saluran napas, sampai paru-paru, hingga pencernaan jika tertelan, ia menyebut efek gas air mata itu ketika kedaluwarsa lebih berbahaya. "Yaitu gas air mata kedaluwarsa yang mengandung kimia buatan yaitu CS dan CN lebih menakutkan. Kenapa? Karena zat asli dua bahan kimia ini akan berubah terurai menjadi zat racun yang bersifat mematikan seperti sianida atau fosgen," ujarnya saat dihubungi Republika, Kamis (26/9).
Apalagi, dia menambahkan, gas air mata yang habis masa berlakunya kemudian berubah menjadi fosgen justru menjadi zat yang tidak berbau. Menurutnya, gas air mata seperti ini tentu susah dibedakan masyarakat awam.
Dia menjelaskan, gas air mata yang belum habis masa berlakunya susah dibedakan, padahal hanya menimbulkan iritasi di selaput lendir, apalagi gas air mata kedaluwarsa yang tidak berbau. Yang juga berbahaya, ia menjelaskan, gas air mata kedaluwarsa tidak bisa dihitung jangkauannya karena ketika zat ini ketika ditembakkan bisa saja mengikuti arah angin dan membuat seseorang terpapar.
"Sekarang tinggal paparannya seperti apa. Selain terhirup dan tercium, gas air mata kedaluwarsa juga bisa menyerap di kulit meski harus dalam kadar tertentu," katanya.
Menurutnya satu-satunya cara untuk mengetahui jenis, kadarnya, dan memastikan gas air mata ini mengandung zat kedaluwarsa harus melalui pemeriksaan termasuk forensik. Karena itu, ia meminta pihak kepolisian yang sering menggunakan gas air mata ini mencegah insiden ini.
"Memang polisi saat menenangkan massa bisa menembakkan gas air mata, ini sesuai standard operational procedure (SOP). Tetapi polisi harus hati-hati dan melihat masa berlakunya sebelum menembakkannya ke massa karena SOP-nya bukan menembakkan gas air mata yang kedaluwarsa," ujarnya.
Apalagi, ia menyebutkan untuk melihat masa berlaku gas air mata tidak harus dilakukan tenaga medis, ini bisa dilakukan tenaga kepolisian biasa yang biasa menembak gas air mata. Di satu sisi, ia juga meminta masyarakat memakai masker atau alat pelindung termasuk jaket lengan panjang saat demonstrasi. Karena, dia menjelaskan, demonstran yang bisa terpapar gas air mata ini, baik kedaluwarsa maupun tidak.
"Karena gas air mata ini juga bisa terserap di kulit," ujarnya.
Sebelumnya, Aliansi Maysarakat untuk Keadilan (AMUK) menemukan fakta terkait gas air mata (tear gas) yang digunakan polisi saat menghalau aksi mahasiswa pada Selasa (24/9). Gas air mata yang digunakan diduga mengandung zat kimia berbahaya karena sudah kedaluwarsa.
"Dua selongsong itu diketahui sudah kadaluwarsa sejak tiga dan empat tahun lalu, yakni tepatnya expired pada 2015 dan 2016," ujar Irene kepada wartawan di Kantor LBH, Jakarta, Rabu (25/9).
Dugaan gas air mata kedaluwarsa telah dibantah oleh pihak Polda Metro Jaya. "Polisi gunakan gas air mata yang masih standar (bukan kedaluwarsa, Red)," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono saat dikonfirmasi, Rabu (25/9).