REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Moermahadi Soerja Djanegara bersuara soal penetapan tersangka anggota IV BPK, Rizal Djalil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia menyatakan, BPK tetap mengikuti prosedur hukum yang berlaku bila petingginya terjerat kasus korupsi.
Moermahadi mengaku baru mendapat informasi soal penetapan tersabgma Rizal dari media massa saja. Ia belum mendapat informasi resmi dari KPK soal penangkapan tersebut.
"Saya baru tahu penetapan tersangka lewat media, belum dikasih tahu resminya (KPK secara langsung). Tapi kita tetap taati ketentuan hukum yang berlaku, kami ikuti," katanya kepada Republika, Kamis (26/9).
Namun, ia menekankan, kasus yang menimpa Rizal sebaiknya disikapi secara bijaksana oleh publik. Menurutnya, kasus yang menimpa Rizal merupakan kesalahan oknum bukan BPK secara lembaga.
"Ini tindakan oknum bukan BPK secara lembaga. Keputusan-keputusan enggak dibawa ke sidang badan, prosesnya di masing-masing angggota. Apalagi, kaitannya enggak ada pemeriksaan yang disangkakan itu," ujarnya.
Di sisi lain, ia menyampaikan, BPK belum bisa memutuskan akan memberi pendampingan hukum pada Rizal atau tidak. Pihaknya masih akan mengkaji kasus hukum yang menimpa Rizal sebelum bisa memutuskan.
"Tergantung kasusnya. Kami bicarakan di sidang badan. Baik buat anggota dan pegawai akan kami lihat kasusnya. Kami belum tahu, tunggu KPK baru kita bersidang untuk tetapkan (pendampingan hukum)," ucapnya.
Sebelumnya, KPK menetapkan Rizal Djalil dan Komisaris Utama PT Minarta Dutahutama Leonardo Jusminarta Prasetyo sebagai tersangka perkara dugaan suap terkait proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Kementerian PUPR.
Rizal diduga menerima uang sebesar SGD100 ribu. Uang itu diterima Rizal lewat pihak keluarga dalam pecahan SGD1.000 atau jumlah 100 lembar di parkiran sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.
Penetapan tersangka ini menjadi bagian pengembangan penanganan dari operasi tangkap tangan yang dilakukan tim penindakan KPK pada Desember 2018.