Rabu 25 Sep 2019 17:22 WIB

Moeldoko Jelaskan Tindakan Represif Aparat Saat Demonstrasi

Tindakan aparat karena persoalan psikologis seperti kesabaran dan kelelahan

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Esthi Maharani
Aparat kepolisian
Foto: Antara/Abriawan Abhe
Aparat kepolisian

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko menjelaskan tindakan aparat keamanan yang represif terhadap massa aksi unjuk rasa di DPR saat terjadi kerusuhan, Selasa (24/9) kemarin. Menurutnya, hal itu terjadi karena berkaitan dengan persoalan psikologis aparat keamanan dan juga psikologis massa.

Ia mengatakan, psikologis massa memiliki ambang batas kesabaran, ambang batas emosi, dan juga ambang batas kelelahan. Hal inilah yang memicu tindakan yang tak terkendali baik dari massa maupun dari aparat keamanan.

"Berikutnya aparat juga begitu, meski aparat sudah dilatih, mentalnya sudah disiapkan dan seterusnya. Tapi sekali lagi, ambang batas itu bisa muncul apalagi ini ada prajurit-prajurit baru dari kepolisiaan, ini juga selalu kita waspadai di lapangan. Karena sekali lagi ini berkaitan dengan tingkat kesabaran," jelas Moeldoko di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Rabu (25/9).

Presiden, kata Moeldoko, juga telah meminta agar aparat keamanan bersikap profesional dan proporsional dalam menangani aksi unjuk rasa sehingga tak terjadi tindakan-tindakan anarkis selama aksi berlangsung.

"Tapi kadang-kadang dalam situasi titik kulminasi yang kedua belah tidak terkontrol, inilah penyebabnya," kata dia.

Karena itu, mantan Panglima TNI itu mengimbau kepada massa aksi agar tak memaksakan untuk menggelar unjuk rasa hingga malam hari. Sehingga tak muncul tindakan represif dari aparat keamanan.

"Kan demo ini dipaksakan sampai malam, itu batas kelelahan itu muncul, jengkel muncul, marah muncul, akhirnya uncontrol. Begitu uncontrol, aparatnya juga kadang-kadang uncontrol, sama-sama lelah," jelas dia.

Ia menegaskan, pemerintah menghargai aksi unjuk rasa yang digelar para mahasiswa sebagai wadah untuk menyuarakan aspirasinya. Namun, unjuk rasa seharusnya digelar secara damai tanpa aksi anarkis yang dapat merugikan berbagai pihak.

"Jangan sampai demo itu memunculkan, satu tindakan anarkis yang merugikan semuanya, yang kedua memunculkan rasa takut bagi semuanya, yang ketiga mengganggu publik, ini ruang publik ini kan hak semua orang menikmati," kata Moeldoko.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement