REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua orang sebagai tersangka suap kuota impor ikan pada Selasa (24/9). Keduanya adalah Direktur Utama Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) Risyanto Suanda (RSU) dan direktur perusahaan swasta pengimpor ikan bernama Mujib Mustofa (MMU).
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, penetapan dua tersangka tersebut adalah peningkatan penyidikan atas operasi tangan tangan (OTT) KPK pada Senin (23/9) petang di Jakarta dan Bogor, Jawa Barat. “MMU sebagai pihak yang diduga memberikan suap dan RSU sebagai pihak yang diduga menerima suap,” kata Saut dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta Selatan, kemarin.
KPK, kata Saut, menyesalkan kembali terjadinya suap impor di komoditas pangan. Sebelumnya, KPK juga melakukan penindakan korupsi terkait pengadaan di sektor pangan dalam komoditas bawang putih. “KPK sangat menyesalkan masih terjadi praktik korupsi di sektor pangan ini,” sambung Saut.
Saut menerangkan, ada sembilan orang yang ditangkap dalam OTT di Jakarta dan Bogor. Selain Risyanto dan Mujib, dalam OTT tersebut, KPK juga menangkap jajaran direksi Perum Perindo berinisial AGO, FMO, dan AS. Kemudian, W yang merupakan mantan wakil presiden sales Perum Perindo, ASL dari swasta, Y sekretaris Risyanto, serta seorang sopir.
Risyanto diduga menerima suap dari Mujib yang merupakan Direktur PT Navy Arsa Sejahtera (NAS). Perusahaan importir ikan itu disebut memiliki reputasi buruk. “Perusahaan ini sebetulnya sudah masuk dalam daftar hitam sejak 2019,” kata Saut.
Tetapi, Mujib punya koneksi ke Risyanto. Keduanya sepakat melakukan mufakat jahat dengan memberikan kuota impor ikan kepada Mujib, yaitu 250 ton ikan pasific makerel dari Cina. Setelah ikan berhasil diimpor oleh PT NAS, ikan-ikan tersebut berada di karantina dan disimpan di cold storage milik Perum Perindo.
Saut menerangkan, penyimpanan ikan pesanan Mujib yang dititipkan dalam properti Perum Perindo untuk mengelabui publik. “Seolah-olah impor ikan tersebut milik Perum Perindo,” kata Saut.
Dengan izin tersebut, kata Saut, Mujib memberikan kompensasi senilai 30 ribu dolar AS atau sekitar Rp 400 juta kepada Risyanto. Uang itu akan diberikan pada Senin malam, ketika akhirnya ditangkap dalam OTT.
Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia (Perindo) Risyanto Suanda menaiki mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (25/9/2019).
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, tim KPK yang bertugas di Jakarta menindaklanjuti informasi terkait dugaan akan terjadinya transaksi antara pihak swasta dengan pihak Direksi BUMN di bidang perikanan. Dalam penangkapan mereka, petugas KPK menyita barang bukti berupa uang tunai sebesar 30 ribu dolar AS. "Tim mengamankan barang bukti berupa uang sebesar USD 30 ribu," kata Laode, Senin (23/9) malam.
Sembilan orang itu kemudian digelandang ke kantor KPK untuk menjalani pemeriksaan secara intensif. "KPK berupaya untuk tetap melaksanakan tugas pemberantasan korupsi di tengah berbagai upaya melemahkan dan memangkas kewenangan KPK," ujar Laode.
Saut mengatakan, KPK menduga Risyanto tidak hanya kali ini melakukan pelanggaran serupa. Diduga, Risyanto juga pernah menerima uang suap dari importir ikan lainnya.
KPK menjerat Mujib sebagai pemberi suap dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 13 UU 20/2001. Sedangkan, Risyanto dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11 UU 20/2001.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menghormati proses hukum yang sedang dihadapi Perum Perindo atas penangkapan sejumlah jajaran direksi dan pegawai BUMN perikanan itu. "Kementerian BUMN menghormati proses hukum yang sedang dihadapi Perum Perindo sebagaimana yang disampaikan oleh KPK ke media pada Senin (23/9)," kata Deputi Bidang Agro Industri dan Farmasi Kementerian BUMN Wahyu Kuncoro, kemarin.
Kementerian BUMN meminta agar semua kegiatan di Perum Perindo terus berpedoman pada tata kelola perusahaan yang baik. Pihak Perindo juga diminta mendukung upaya-upaya pemberian informasi yang benar kepada KPK sebagai wujud organisasi yang menghormati hukum.
Meski begitu, Kementerian BUMN tetap menghormati dan menjunjung asas praduga tidak bersalah, termasuk mengenai menonaktifnya direksi. Hal itu akan dikonsultasikan pada Biro Hukum Kementerian BUMN. "Kementerian BUMN bersama Perum Perindo siap bekerja sama dengan KPK dalam menangani kasus ini," kata Wahyu. n bambang noroyono/arif satrio nugroho/antara ed: ilham tirta