REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Divisi Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S Langkun, mengatakan pihaknya berencana mengajukan uji materi atas Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) hasil revisi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, ICW menegaskan tak ingin terburu-buru dalam mengajukan judicial review.
"Publik sudah mendorong kita (untuk mengajukan permohonan uji materi) dan kita (menyatakan) iya, " ujar Tama di Jakarta, Selasa (24/9).
Namun, pihaknya saat ini masih menanti UU KPK hasil revisi itu diundangkan dalam lembaga negara. Sehingga dengan demikian, ada nomor peraturan perundangan yang nanti menjadi objek uji materi ke MK.
Selain itu, ICW juga masih mencermati batu uji yang akan digunakan untuk permohonan uji materi nanti. Tama mengungkapkan, saat ini beberapa pihak yang sudah mengungkapkan keinginan untuk mengajukan judicial review ke MK.
Bahkan beberapa mahasiswa sudah ada yang mengajukan uji materi. "Sikap tersebut tentu kami apresiasi. Tetapi sebaiknya perlu dikoordinasikan. Sebab ketika misalnya tidak hati-hati, ternyata batu uji sudah dipakai menguji secara bersama-sama antara formil dan materiil, bagaimana kalau tidak dikabulkan ? Itu kan membahayakan yang lain yang mau uji materi dan sudah punya persiapan," jelasnya.
Dia menambahkan, masyarakat memang marah dengan proses legislasi UU KPK yang dipaksakan oleh DPR. Namun, dia mengingatkan sebaiknya uji materi UU hasil legislasi itu tidak dilakukan secara sembarangan.
"Kami ICW mempertimbangkan pendapat masyarakat. Sebab jika nanti kami mendaftar uji materi di MK, tentu bukan hanya sebagai ICW saja, tapi juga bagian dari masyarakat," tutur Tama.
Sebelumnya, Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta mengatakan akan mengajukan permohonan uji materi atas hasil revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK ke MK. Kemudian, Koalisi masyarakat tolak revisi UU KPK juga sedang menyusun permohonan uji materi atas hasil revisi UU tersebut.
Koalisi tersebut terdiri dari sejumlah perguruan tinggi di Indondesia. Selain itu, ada Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang juga sedang menyiapkan uji materi terhadap revisi UU yang sama.
Sementara itu, MK menyatakan menanti pengajuan uji materi revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. MK menilai uji materi UU merupakan langkah konstitusional.
"Ya, langkah itu langkah hukum yang tepat, bermartabat, dan konstitusional. Ketika ada komponen masyarakat menggunakan saluran dan mekanisme yg telah disediakan oleh konstitusi, itu hal biasa saja, walaupun langkah itu layak diapresiasi," ujar Juru Bicara MK Fajar Laksono saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (18/9).
Fajar menegaskan MK nantinya akan menyikapi dan memperlakukan secara proporsional sesuai dengan ketentuan hukum acara terhadap uji materi revisi UU KPK tersebut. Dia pun meminta publik ikut memantau dan mengawasi proses di MK jika ada pihak melakukan uji materi revisi UU KPK.
"Kita tunggu saja permohonannya diserahkan ke MK, sekiranya rencana itu benar. Kita ikuti prosesnya, publik silakan turut memantau dan memonitor," lanjutnya.
Dia menyarankan agar permohonan uji materi ke MK sebaiknya dilaksanakan setelah revisi UU KPK yang sudah diundangkan. Menurut dia, hal tersebut penting agar objek uji materiilnya ada dan jelas. "Harus diingat, UU tersebut belum diundangkan, belum ada nomor, sehingga secara de jure, pengajuan permohonan tersebut belum ada objectum litisnya," tuturnya.