Senin 23 Sep 2019 18:30 WIB

Calon Kepala Daerah Diminta Waspada Kepentingan Donatur

Janji donatur pada pilkada bervariasi.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Muhammad Hafil
Ilustrasi Kampanye Pilkada
Foto: Foto : MgRol_93
Ilustrasi Kampanye Pilkada

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pahala Nainggolan, meminta calon kepala daerah (cakada) yang berkontestasi di Pilkada Serentak 2020 mewaspai kepentingan para donatur. Berdasarkan survei pada Pilkada 2017 lalu, sekitar 82 persen cakada didorong maju oleh donatur atau penyumbang.

"Kalau sebanyak 82 persen akan didorong oleh donatur atau penyumbang, ternyata 53 persen (dari jumlah itu) menulis lisan maupun tulisan bahwa janjinya ini dan itu. Jadi hampir setengah dari yang donasi itu dia mau taruh di dalam semacam perjanjian dan 83 persen (kepala daerah) bilang kalau saya terpilih saya penuhi pak itu janji," ujar Pahala di acara peresmian tahapan persiapan Pilkada Serentak 2020 di JCC, Senayan, Jakarta, Senin (23/9).

Baca Juga

Pahala mengungkapkan,  janji pada donatur ini bervariasi. Dari hasil survei tersebut, kata Pahala, KPK menemukan setidaknya empat janji dari para donatur terhadap cakada yang pada akhirnya menyandera kepala daerah jika terpilih.

"Yang pertama dia minta janji kemudahan perizinan terhadap bisnis yang telah dan akan dilakukan. Mereka inginnya perizinan lebih mudah. KPK sangat khawatir itu perizinan di sumber daya alam," tutur Pahala. 

Di tingkat kota, menurut dia, bisa terkait perizinan bangunan, di tingkat kabupaten biasanya izin terkait perkebunan dan tingkat provinsi mengenai ijin pertambangan yang menjadi kewenangan provinsi. Kedua, lanjut Pahala, janji kemudahan memenangkan tender atau mendapatkan proyek dari APBD. Pasalnya, banyak kasus korupsi yang ditangani KPK terkait pengadaan barang dan jasa.

"Sebab dia (para donatur)  bisa lihat berapa besarnya APBD, terutama asalnya dari transfer daerah. Jadi, kemudahn untuk ikut serta dalam tender proyek, bahasanya kemudahan pak, kita juga nggak mau bilang juga dia mengkavling, tapi biasanya kemudahan itu dibaca sebagai penjatahan," jelasnya. 

Pahala mengakui bahwa sistem tender proyek sudah dilakukan secara elektronik. Namun, tutur dia, kadang sistem penjatahan sudah dilakukan di depan atau sebelum masuk sistem elektronik. "Jadi, arisan tender itu terjadi semua. kita lihat di lapangan dengan timnya Pak Mendagri, ya mengakui-lah ini punya bupati, ini punya DPRD, dipesan ini, jalan semua elektronik dengan baik tetapi itu penjatahannya sudah di depan. Itu yang kita temui," paparnya. 

Ketiga, lanjut Pahala, para donatur juga minta janji keamanan dalam menjalankan bisnis. Dia mencontohkan, seorang donatur mempunyai kebun seluas 20 ribu hektare, tetapi dia menanam sampai 30 ribu hektare. Kemudian, sang donatur ini menyumbang kepada calon kepala daerah dengan tujuan agar kelebihan 10 ribu haktare tidak dipersoalkan.

"Karena itu dia bilang, ya kita nyumbang lah pilkada supaya dia nggak diributin yang 10 ribu hektare kelebihannya. Jadi, kemudahan keamanan itu sebenarnya kita baca kalau dia melanggar, kalau dia nggak melanggar sebenarnya kita lihat di perusahaan-perusahaan yang memang tidak ada kaitannya dengan regulasi yang dilanggar, biasanya nggak," tutur dia.

Keempat, lanjut Pahala, biasanya janji jabatan-jabatan di kepal dinas. Menurut dia, hal inilah yang membuat tim sukses umumnya mendapatkan jabatan kepala dinas PU, kepala dinas pendidikan, kepala dinas kesehatan atau yang lainnya.

"Janji-janji donatur ini membuat ruang gerak calon kepala daerah terpilih jadi terbatas," tambah Pahala.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement