Senin 23 Sep 2019 15:12 WIB

Politikus Gerindra: Perppu KPK Tetap Harus Persetujuan DPR

Gerindra bakal mengkaji terlebih dahulu jika presiden menerbitkan Perppu.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa usai menghadiri rapat paripurna DPR, di Gedung Nusantara II, Komplek Parlemen RI, Jakarta, Selasa (3/9).
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa usai menghadiri rapat paripurna DPR, di Gedung Nusantara II, Komplek Parlemen RI, Jakarta, Selasa (3/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi III DPR RI Desmond Mahesa menanggapi desakan sejumlah pihak agar pemerintah segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) KPK. Ia menyebut Perppu harus melalui persetujuan DPR.

"Peraturan pengganti undang-undang, harus disetujui dengan DPR, bukan sepihak, kalau sepihak tidak setuju ya berlaku UU KPK yang sekarang, yang dibikin sekarang" kata Desmond di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/9).

Baca Juga

Desmond enggan mengungkapkan sikap Partai Gerindra terkait Perppu tersebut. Ia mengaku Partai Gerindra bakal mengkaji terlebih dahulu jika nantinya presiden menerbitkan Perppu.

"Jangan berpikir terlalu jelek dulu. Kami belum bersikap karena masih belum jelas apa yang harus kami sikapi," ungkapnya.

Sebelumnya, Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Oce Madril menilai penerbitan perppu terkait Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat menjadi koreksi atas UU Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang disahkan oleh DPR.

"Paling tidak perppu itu menggambarkan bahwa sebetulnya ini bentuk koreksi atas beberapa persoalan keterburu-buruan dan cacat prosedur yang dialami oleh UU KPK yang baru," ujar Oce, Ahad (22/9). 

Selain itu, Direktur Imparsial, Al Araf, mendesak agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang perppu untuk membatalkan UU KPK hasil revisi. Penerbitan perppu dimungkinkan sebab sebelumnya pernah ada preseden atas kondisi serupa.

"(Penerbitan) Perppu KPK sangat mungkin dilakukan karena pernah ada preseden hukum dimana Pemerintah pada 2014 lalu pernah menerbitkan Perppu tentang Pilkada yang membatalkan UU Pilkada yang sudah disahkan DPR karena mendapat penolakan dari masyarakat," jelas Al Araf dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Jumat (20/9). 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement