Sabtu 21 Sep 2019 14:20 WIB

Dewan Pers Minta RKUHP Jangan Tumpang Tindih UU Pers

Banyak pasal kontroversial menyangkut pers dalam RKUHP seperti penghinaan presiden.

Ilustrasi Penghinaan Presiden
Foto: Republika On Line/Mardiah diah
Ilustrasi Penghinaan Presiden

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Pers Agung Darmajaya meminta Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) jangan sampai tumpang tindih dengan UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. "Ketika muncul persoalan pers, masuk dalam KUHP menjadi pidana, artinya kebebasan pers di satu sisi terbelenggu pidana, akhirnya jadi tumpang tindih," kata Agung dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (21/9).

Dia mengingatkan ketika terjadi persoalan dalam sebuah pemberitaan, harus diselesaikan dengan UU Pers, bukan pidana. Menurut dia, ada banyak pasal yang kontroversial yang menyangkut pers dalam RKUHP.

Baca Juga

Salah satunya terkait penghinaan presiden karena terminologi penghinaan tidak jelas karena bisa ditafsirkan secara sembarang. "Menghina itu seperti apa sih? Kalau namanya pejabat publik, tidak perlu sekelas presiden, anda dikritik ya itu risikonya, kecuali masuk ke ranah pribadi," ujarnya.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Slamet Pribadi menilai Presiden harus dilindungi harkat dan martabatnya sehingga diperlukan pasal dalam RKUHP terkait penghinaan terhadap Presiden. Dia menilai harus dibedakan antara mengkritik dan menghina Presiden sehingga ketika mengkritik Presiden tidak perlu dipidana.

"Harus ada perlindungan ketika sudah menyerang pribadi Presiden. Jangan sampai Presiden jatuh martabatnya karena dihina," ucapnya.

Dia menilai siapapun boleh mengkritik, mengajukan usulan dan marah pada kebijakan Presiden, namun tidak boleh menghina Presiden.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement