REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdullah Hehamahua menanggapi isu radikalisme atau 'polisi taliban' di KPK. Menurutnya, pihak yang melancarkan isu tersebut hanya tidak ingin kenyamanannya terganggu.
"Mengenai isu radikalisme dan taliban, jelas itu salah satu bentuk corruptors fight back yang tidak ingin mereka diganggu kenyamanan dan keleluasaan mereka dalam merampok keuangan negara," tutur dia kepada Republika.co.id, Selasa (17/9).
Abdullah menyebut pemunculan isu tersebut akibat ulah pihak yang berpaham komunis. "Siapa yang bermain dalam isu ini. Siapa lagi kalau bukan komunis. Sebab dua ciri utama komunis di mana-mana di dunia ini, melakukan adu domba di masyarakat serta benci terhadap ajaran agama, khususnya agama Islam," katanya.
"Sebab PKI di Indonesia sangat benci terhadap pancasilais sejati yakni mereka yang konsekuen melaksanakan sila-sila yang ada di Pancasila," tuturnya.
Misalnya untuk sila pertama, setiap waktu shalat kecuali Subuh akan terdengar adzan di seluruh ruangan di KPK. "Otomatis semua pegawai Muslim akan menuju mushalla untuk melaksanakan shalat berjamaah," ucapnya.
"Ada pengajian rutin dua kali sepekan. Bahkan pada hari jumat, didatangkan pendeta dari luar untuk menyampaikan santapan rohani ke pegawai nasrani. Itulah pegawai KPK yang Pancasilais sejati," katanya, menambahkan.
Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo melihat isu 'polisi taliban' di KPK sebagai upaya untuk mendiskreditkan lembaganya. Untuk membuktikannya, ia mengundang pihak-pihak yang hendak melakukan penelitian tentang hal tersebut di KPK.
"Kami mengharapkan orang melakukan penelitian mengenai KPK. Sama sekali sebenarnya isu itu tujuannya adalah untuk mendiskreditkan KPK. Jadi, saya silakan kalau mau melakukan penelitian," ujar Agus di Gedung KPK, Jakarta, Senin (16/9).
Dia mengatakan, orang-orang yang sudah lama bekerja dengan KPK pasti mengetahui seperti apa dalamnya KPK. Menurut Agus, tidak ada 'polisi taliban' di lembaga antirasuah tersebut.
Agus juga memberikan salah satu bukti lain. Ia menuturkan, di dalam surat pengunduran diri rekannya sesama komisoner KPK, Saut Situmorang, tersampaikan, setiap Jumat di gedung KPK ada kebaktian. Itu dihadiri oleh umat Kristiani yang bekerja di sana.
"Itu hari Jumat ada yang Jumatan di sini, kemudian ada juga di lantai tiga kebaktian. Jadi di mana talibannya? kalau kamu lihat surat Pak Saut apa itu cermin taliban? Sama sekali jauh," kata dia.