REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdullah Hehamahua angkat bicara soal revisi Undang-undang KPK. Dia mengkritik salah satu poin revisi UU KPK yaitu terkait Dewan Pengawas. Menurutnya, KPK tidak memerlukan dewan pengawas karena sudah ada peran Pengawasan Internal (PI).
"Jadi untuk KPK, tidak perlu ada badan pengawas di luar PI KPK. Apalagi kalau anggotanya ditentukan oleh Presiden atau pihak eksternal. Dengan badan seperti itu, independensi KPK akan mengalami degradasi," kata dia kepada Republika.co.id, Selasa (17/9).
Abdullah dalam kesempatan ini, menyampaikan beberapa pertanyaan yang menurutnya patut menjadi perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pertama, apakah pernah Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan lembaga pengawas internal di Polri, memeriksa Kapolri hingga menjatuhkan sanksi.
Kedua, apakah juga pernah lembaga pengawas internal dan eksternal di kejaksaan memeriksa Jaksa Agung lalu menjatuhkan sanksi. Ketiga, apakah pernah inspektorat jenderal di kementerian memeriksa menterinya hingga menjatuhkan sanksi etik terhadap menteri tersebut
"Tidak pernah bukan? Tapi di KPK, mulai dari edisi kedua komisioner KPK sampai edisi keempat, pimpinan KPK pernah diperiksa PI KPK dan merekomendasikan ke pimpinan bahwa ada pelanggaran etik yang dilakukan oleh komisioner terkait," kata dia.
Berdasarkan rekomendasi PI itu, lanjut Abdullah, pimpinan membentuk komite etik untuk memeriksa komisioner terkait. "Selama lebih 8 tahun di KPK, sekali saya menjadi ketua dan sekali menjadi anggota komite etik KPK," tutur dia.
Hasilnya, terang Abdullah, ada komisioner yang dijatuhi sanksi teguran lisan dan ada yang terkena sanksi PI. "Selama 8 tahun itu juga saya dengan anggota DPP (Dewan Pertimbangan Pegawai) KPK menyidangkan 10 kasus pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh pejabat dan karyawan KPK.
Dari 10 kasus tersebut, empat orang dipecat dengan tidak hormat sebagai pegawai KPK, dua pegawai dijatuhi hukuman PI, dua pejabat dipecat dari jabatannya dan di-skorsing masing-masing selama empat bulan. "Seorang dijatuhi hukuman teguran lisan serta seorang dimutasi dan harus mengganti biaya telpon kantor yang digunakan untuk kepentingan pribadi," ucapnya.