Sabtu 14 Sep 2019 05:00 WIB

Kondisi Rumah Multatuli Memprihatinkan

Rumah Multatuli lebih cocok jika menjadi ruang terbuka publik.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Bilal Ramadhan
Cagar Budaya Rumah Multatuli yang kondisinya mengenaskan di dalam area RSU Dr Adjidarmo, Lebak, Banten.
Foto: Republika/Alkhaledi Kurnialam
Cagar Budaya Rumah Multatuli yang kondisinya mengenaskan di dalam area RSU Dr Adjidarmo, Lebak, Banten.

REPUBLIKA.CO.ID, Bangunan itu sudah tidak lagi punya pintu, kaca jendelanya saja sudah tak lagi utuh. Atapnya penuh lubang, catnya mengelupas, lantainya penuh tanah, bahkan bangunannya tidak sempurna karena beberapa bagian ruangan rumah juga sudah hilang.

Hanya rumah kosong tidak terawat pastinya terlintas di benak siapa pun saat melihat rumah ini, sebelum melihat plang besi reyot berkarat bertuliskan "Cagar Budaya Rumah Multatuli" di depannya.

Bangunan ini adalah rumah Eduard Douwes Dekker atau Multatuli yang merupakan Asisten Residen Belanda. Multatuli menjadi saksi kezaliman masa kolonial Belanda dan penguasa lokal feodal yang mencekik rakyat di Lebak. Tempat sang penulis karya dunia Max Havelaar yang karyanya membongkar kesewenang-wenangan bangsanya sendiri di nusantara.

Namun, saat ini lokasi bersejarah itu hanya menjadi tempat parkir dan bangunan kosong. Puluhan motor terpakir di depan rumah tua itu, beberapa bahkan ditaruh di terasnya. Untuk bisa melihat rumahnya saja, harus masuk ke Rumah Sakit Umum (RSU) Dr Adjidarmo terlebih dahulu karena bangunan Rumah Multatuli sudah tertutupi bangunan rumah sakit. Tersembunyi sepi di balik tembok RSU Dr Adjidarmo.

Kondisi mengenaskan cagar budaya ini sebenarnya memang merupakan akumulasi dari serangkaian peristiwa yang menimpa bangunan ini setelah dipakai Muktatuli pada 1856. Pengeboman yang membuat bangunannya tidak sebesar dulu, alih fungsi menjadi markas tentara pada sekitar 1850-an.

Bangunan ini juga mengalami alih fungsi menjadi rumah sakit pada 1987, menjadi apotek pada tahun 2000, hingga menjadi gudang pembangunan Rumah Sakit Dr Adjidarmo pada 2007. Upaya revitalisasi atas bangunan ini, menurut Pemerintah Kabupaten Lebak, sudah direncanakan dan telah masuk dalam tahap studi teknis setelah studi kelayakannya selesai pada 2018 lalu.

"Kita sudah anggarkan tahun depan akan dilakukan revitalisasi karena tahun 2020 pas dengan 200 tahun Multatuli. Pembicaraan dengan banyak sponsor juga sedang kita lakukan, karena lamun ku APBD moal kahontal (karena kalau dengan APBD tidak akan cukup)," kata Bupati Lebak, Iti Octavia Jayabaya, Jumat (13/9).

Rumah Multatuli nantinya akan bersandingan dengan Perpustakaan Saija Adinda, Museum Multatuli dalam destinasi wisata Multatuli di Lebak. Sementara, peneliti karya Multatuli sekaligus Kepala Museum Multatuli Rangkasbitung, Ubaidillah Muchtar, membenarkan dirinya telah membuatkan studi kelayakan Rumah Multatuli untuk proyek revitalisasinya.

Surat untuk lanjut ke tahap studi teknis pada Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Lebak sudah dilayangkan. "Sudah selesai studi kelayakannya dan karena di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan tidak punya tim studi teknis, maka saya serahkan ke Dinas PUPR untuk itu. Studi teknis itu untuk proses penganggaran terkait pemugaran nantinya," ujar Ubaidillah.

Revitalisasi cagar budaya, menurut dia, secara aturan memang mengharuskan untuk melakukan proses studi kelayakan, teknis, hingga baru masuk ke tahap pemugaran. Terkait akan menjadi seperti apa revitalisasi Rumah Multatuli, ia sudah menuliskan rekomendasi rencana Rumah Multatuli yang menurutnya akan lebih cocok jika menjadi ruang terbuka publik, seperti perpustakaan kecil hingga kafe.

"Hasil studi kelayakan ada rekomendasi, seperti menjadikannya sebagai ruang terbuka untuk publik. Kalau ditanya akan jadi apa direkomendasikan supaya tidak jadi kantor, tapi dijadikan seperti contoh di Amerika yang jadi perpustakaan mini atau kafe," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement