Jumat 13 Sep 2019 17:25 WIB

Pukat UGM: Dewan Pengawas KPK Bertujuan Hilangkan OTT

Pukat juga melihat potensi menghilangkan OTT dengan adanya dewan pengawas KPK nanti.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Esthi Maharani
Kain hitam menutupi lambang kpk sebagai bentuk aksi terhadap revisi UU KPK di Gedung Merah Putih, Jakarta, Ahad (8/9/2019).
Foto: Republika
Kain hitam menutupi lambang kpk sebagai bentuk aksi terhadap revisi UU KPK di Gedung Merah Putih, Jakarta, Ahad (8/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman, mengatakan adanya dewan pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) justru akan membatasi adanya operasi tangkap tangan (OTT). Pukat juga melihat potensi menghilangkan OTT dengan adanya dewan pengawas KPK nanti. 

"Soal dewan pengawas isinya bukan soal pengawasan, tetapi soal pembatasan-pembatasan kewenangan upaya hukum paksa seperti penyitaan, penggeledahan dan penangkapan, juga wewenang lain seperti penyadapan. Tujuannya adalah untuk membatasi OTT," ujar Zaenur saat dikonfirmasi Republika, Jumat (13/9).

Dia menuturkan, hingga saat ini yang paling banyak terkena OTT adalah anggota DPR.  Sehingga, tampak ada keinginan dari DPR untuk menghilangkan keampuhan OTT dengan mengadakan dewan pengawas KPK. 

Dampaknya, lanjut Zaenur, jenjang birokrasi yang harus ditempuh oleh penyidik jika ingin melakukan penyadapan terhadap seseorang. Padahal, saat ini proses penyadapan tidak dilakukan secara terburu-buru.

 

"Sekarang pun tanpa ada izin ke lembaga lain, penyadapan tetap menggunakan SOP yang sangat ketat.  Dari penyidik mislanya sampaikan ke direktorat monitoring untuk meminta izin ke situ.  Direktur monitoring minta izin kepada deputi informasi dan data.  Deputi informasi dan data minta izin kepada pimpinan.  Itu pun masih dinilai perlu disadap atau tidak, " jelas Zaenur. 

Sehingga, jika ada penilaian penyadapan KPK dilakukan secara seenaknya, menurut dia tidak benar.  "Jadi seolah-oleh KPK itu menyadap seenaknya sendiri, itu suatu framing yang menyesatkan.  Itu tidak benar.  Sehingga dewan pengawas ini bertujuan untuk menghilangkan OTT yang dilakukan oleh KPK," tambahnya. 

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pandangannya terkait inisiatif DPR tentang rancangan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Salah satu poin revisi DPR yang ditolak Presiden yakni apabila tindakan penyadapan oleh KPK harus melalui izin pihak eksternal seperti pengadilan.

Jokowi memandang, penyadapan KPK cukup dilakukan atas izin dari pihak internal, dalam hal ini adalah Dewan Pengawas KPK demi menjaga kerahasiaan. Namun, di sisi lain, Jokowi juga menekankan Dewan Pengawas KPK harus diangkat oleh Presiden dan dijaring melalui panitia seleksi.

"KPK cukup meminta izin internal dewan pengawas untuk menjaga kerahasiaan," kata Jokowi di Istana Negara, Jumat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement