Oleh Arif Satrio Nugroho
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden ke-3 RI Bacharuddin Jusuf Habibie tutup usia pada usia 83 tahun, Rabu (11/9) petang. Sebelum tutup usia, Habibie memiliki karier politik yang panjang, menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi bertahun-tahun hingga menjadi presiden.
Namun, karier cemerlang Habibie justru bermula bukan di Indonesia, melainkan Jerman. Pria jenius asal Parepare itu terakhir menjadi Kepala Divisi Metode dan Teknologi Pesawat Komersil/Pesawat Militer Messerschmidt Boelkow Blohm (MBB) Gmbh, Hamburg, Jerman Barat, sebelum kembali ke Indonesia pada 1973.
Ia kembali atas permintaan Presiden ke-2 RI Soeharto. Pada 1978, ia diminta menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) di Kabinet Pembangunan.
Habibie yang dikenal brilian dalam bidang teknologi pun langsung melakukan 'lompatan-lompatan' dalam mengembangkan teknologi Indonesia. Habibie ingin mengimplementasikan Visi Indonesia yang bertujuan membuat Indonesia sebagai negara agraris menjadi negara industri melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Upaya itu bertumpu industri strategis yang dikelola oleh PT IPTN, PINDAD, dan PT PAL. Habibie menjadi Menristek sampai tahun 1998.
Salah satu torehan Habibie yang paling dikenal di bidang teknologi adalah saat ia mengepalai tim pembuatan pesawat terbang Indonesia bernama N250 Gatot Kaca. Pesawat ini menjadi primadona IPTN dalam usaha merebut pasar di kelas 50-70 penumpang dengan keunggulan yang dimiliki di kelasnya saat diluncurkan pada tahun 1995.
Namun, pesawat ini harus dihentikan produksinya karena krisis ekonomi Global yang melanda Indonesia. Saat menjabat sebagai Menristek, Pria kelahiran Parepare ini juga terpilih sebagai Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang pertama secara aklamasi pada 7 Desember 1990.
Tahun 1998 menjadi tahun yang signifikan dalam karir politik si jenius dari Gorontalo ini. Ia didapuk menjadi Wakil Presiden RI ke-7 menggantikan Try Sutrisno. Pada tahun yang sama pula, Habibie dilantik menjadi Presiden RI ke-3 menggantikan Soeharto yang telah menjabat selama 31 tahun.
Menjalankan posisi Presiden, Habibie mengeluarkan kebijakan yang cukup out of the box bagi Pemerintahan Indonesia saat itu. Habibie memberi kebebasan pada rakyat untuk menyalurkan aspirasinya sehingga banyak bermunculan partai-partai politik baru yakni sebanyak 48 partai politik.
Habibie juga membebaskan narapidana politik seperti Sri Bintang Pamungkas, mantan anggota DPR yang masuk penjara karena mengkritik Presiden Soeharto; dan Muchtar Pakapahan, pemimpin buruh yang dijatuhi hukuman karena dituduh memicu kerusuhan di Medan. Habibie juga mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh independen.
Namun, pemerintahan Habibie bukan selalu berjalan mulus. Pada 1999, ia setuju mengadakan jajak pendapat bagi warga Timor Timur untuk memilih merdeka atau masih tetap menjadi bagian dari Indonesia. Kebijakan ini berujung pada terbebasnya Timor Timur menjadi negara terpisah pada 30 Agustus 1999.
Saat Sidang Umum MPR 1999, Habibie memilih untuk tidak mencalonkan diri lagi setelah laporan pertanggungjawabannya ditolak oleh MPR. Ia satu-satunya Presiden yang berasal dari Gorontalo, bukan berasal dari Jawa, hingga saat ini.
Ia kemudian digantikan oleh Abdurrahman Wahid yang terpilih sebagai presiden pada 20 Oktober 1998 oleh MPR melalui hasil Pemilu 1999. Menjabat selama 2 bulan dan 7 hari sebagai Wapres dan selama 1 tahun dan 5 bulan sebagai presiden, Habibie merupakan Wakil Presiden dan juga Presiden Indonesia dengan masa jabatan terpendek.
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengingat kiprah Habibie sebagai seorang politikus panutan. Habibie pernah menjadi anggota MPR dari Golkar pada 1992 sampai 1997. Menurut Bamsoet, Habibie adalah seorang Poltikus Golkar senior yang selalu dihormati seluruh kader.
"Kontribusi beliau sangat besar baik bagi partai golkar maupun bangsa, dan kita berharap beliau diberi kesembuhan lebih cepat sehingga beraktivitas kembali," ujar pria yang akrab disapa Bamsoet itu.
"Dia seorang pekerja keras, terbuka dan ngemong. Kami selalu meminta nasihat beliau manakala ada beberapa hal yang menyangkut kebijakan baik dalam hal partai maupun kebangsaan," ucap Bamsoet menambahkan.
Terlepas dari karier politik dan profesionalnya, Habibie telah dikenal luas sebagai seorang yang sayang pada Istrinya, Hasri Ainun Besari. Saat Ainun wafat pada 2010, kesedihan Habibie begitu terlihat. Ia mengaku baru mengetahui istrinya mengidap kanker hanya tiga hari sebelum kepergiannya.
Selama 48 tahun, Habibie mengaku tak pernah dipisahkan dengan Ainun. Kisah cinta Habibie bahkan di-film-kan dan menjadi salah satu kisah cinta paling laris dalam sejarah perfilman Indonesia.
Kini, Habibie mengembuskan nafas terakhir dengan didampingi anak dan sejumlah cucu. Habibie meninggal dunia setelah menjalani perawatan intensif di Paviliun Kartika Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) di Jakarta Pusat, sejak Senin (2/9) lalu.