REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wadah Pegawai di Komisi Pemberantasan Korupsi (WP-KPK) menganggap revisi Undang-Undang (UU) 30/2002 sebagai langkah pelemahan institusi pengusutan para koruptor tersebut. WP-KPK mengharapkan, amandemen usulan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu mendapat penolakan yang tegas dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). “Karena akan sangat mahal harga yang harus dibayar jika KPK dalam pelemahan,” kata Ketua WP-KPK Yudi Purnomo Haraharap dalam pernyataan tertulisnya, Ahad (8/9).
Yudi curiga, revisi UU 30/2002 tersebut, punya itikad tak baik dari DPR untuk menggembosi sejumlah kewenangan dan tugas penegakan hukum terhadap perkara-perkara korupsi yang terjadi di Tanah Air. DPR kembali mensahkan untuk memasukkan UU KPK sebagai prioritas revisi.
Rencana tersebut, disetujui lewat rapat paripurna legislatif pekan lalu. Tak ada satupun fraksi di dewan yang menolak usulan perevisian tersebut. Karena usulan itu, datang dari DPR sendiri. Sejumlah politikus anggota dewan mengatakan, revisi tersebut untuk memperkuat dan memberikan dasar hukum yang lebih kontekstual dan modern kepada KPK.
Sejumlah politikus di DPR, pun menyebutkan usulan perevisian tersebut sudah mendapat persetujuan dari Presiden Jokowi. Bahkan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, persetujuan revisi dan usulan pengubahan UU 30/2002, juga disetujui dan diinisiasi oleh pemimpin KPK saat ini, pun para komisioner KPK pada periode yang sebelumnya. Namun sejumlah mantan komisioner dan pemimpin di KPK, menepis tuduhan itu.
Wakil Ketua KPK 2016-19 Laode Syarief meminta politikus di DPR membuktikan klaim adanya usulan dan persetujuan dari KPK tersebut. Ketua KPK Agus Rahardjo, mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi, agar usulan DPR merevisi dasar hukum tugas dan kewenangan KPK itu ditolak secara konstitusional. Alih-alih membenarkan klaim sepihak para anggota dewan, para mantan komisioner KPK, satu persatu menyatakan tak pernah menyetujui apalagi mengusulkan untuk mengubah isi UU 30/2002.
Yudi melanjutkan, adanya klarifikasi dan penolakan dari para komisioner dan pemimpin KPK atas rencana DPR tersebut, membuktikan adanya rencana masif dari para anggota dewan untuk melemahkan fungsi tugas, dan kewenangan KPK dalam membasmi praktik korupsi. “Upaya-upaya untuk melemahkan KPK (dengan usulan mengubah UU 30/2002) itu semakin nyata dengan penggiringan opini bahwa KPK (pemimpin dan mantan komisioner) setuju dengan revisi UU KPK,” sambung Yudi.