REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua KPK periode 2012-2015 Abraham Samad mengaku tak pernah mengusulkan revisi Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK). Samad menduga, usulan itu disampaikan oleh Plt Ketua KPK Taufiqurrahman Ruki yang menggantikan dirinya.
Pernyataan ini disampaikan terkait pernyataan DPR yang menyebut revisi UU KPK sebagai aspirasi pimpinan KPK pada November 2015. "Saat saya dan teman teman memimpin, kami tidak pernah mengeluarkan usulan itu," kata Samad di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (7/9).
Samad mengatakan, pada medio 2015, dirinya terlilit kasus 'cicak versus buaya' yang membuatnya dihentikan tugasnya sebagai pimpinan KPK. Tugasnya digantikan Plt Taufiqurrahman Ruki. Sehingga, usulan itu menurut Samad dimungkinkan keluar dari Ruki.
Samad pun memprotes hal tersebut. Menurutnya, seharusnya seorang Plt tidak boleh mengeluarkan kebijakan strategis. "Termasuk misalnya mengusulkan perubahan UU," ucapnya.
Seharusnya, kata Samad, DPR RI menolak usulan tersebut. Karena, jika hal tersebut disetujui, maka pelanggaran sudah terjadi. Ia pun meminta pertanggungjawaban pada Plt KPK. "Jadi kalau Plt benar mengusulkan maka itu pelanggaran yang dilakukan Plt dan kami tidak akan tinggal diam, kami minta plt bertanggung jawab," katanya.
Anggota Komisi III (Hukum) DPR RI Arteria Dahlan menyebut keinginan revisi Undang-Undang KPK berasal dari KPK sendiri. Menurut Arteria, DPR RI berniat merespons keinginan KPK untuk revisi tersebut.
"Kami ini merespon dari keinginan KPK sendiri," kata Politikus PDI Perjuangan ini di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (7/9).
Arteria mengklaim, permintaan itu untuk meningkatkan efektivitas dan fungsi KPK di bidang penindakan dan pencegahan. Bahkan, kata Arteria, KPK sendiri yang meminta secara rinci mulai dari kewenangan penyadapan hingga dewan pengawas.
"KPK ingin kewenangan KPK dalam penyadapan dan merekam, ini kita lakukan, ini KPK sendiri, kemudian pembentukan dewan pengawas, ini nama dewan pengawas KPK diksi yang pertama yang inisiasi mereka," kata Arteria.
Maka itu, kata Arteria, meski usulan Revisi UU ini secara tertulis adalah inisiasi DPR, namun hal tersebut sifatnya sebagai respon atas permintaan KPK.
Seperti diketahui, Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi itu tiba - tiba disepakati oleh seluruh fraksi dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada 3 September 2019. Usulan Revisi UU tersebut diserahkan si Rapat Paripurna DPR RI pada Kamis (5/9).
DPR hanya tinggal menunggu Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan surat presiden. Setelah surpres itu keluar, pembahasan Revisi UU KPK pun dimulai dengan menghadirkan perwakilan pemerintah.