Sabtu 07 Sep 2019 17:36 WIB

Dari 9,3 Juta Ha Kawasan Kumuh, Sumbar Tertibkan 789,89 Ha

Total 36 persen kawasan kumuh yang ditertibkan.

Rep: Febrian Fachri / Red: Nashih Nashrullah
Suasana kawasan pusat kota Padang diselimuti kabut asap kiriman, di Sumatera Barat, Senin (19/8/2019).
Foto: Antara/Iggoy el Fitra
Suasana kawasan pusat kota Padang diselimuti kabut asap kiriman, di Sumatera Barat, Senin (19/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG— Provinsi Sumatra Barat yang memiliki 19 kabupaten dan kota saat ini tercatat baru menata 789,89 hektare kawasan kumuh. Total di Sumbar terdapat 9.331,75 hektare kawasan kumuh. 

Hal itu diakui Wakil Gubernur Sumatra Barat, Nasrul Abit, saat menerima kedatangan perwakilan dari Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat kemarin, Jumat (6/9).

Baca Juga

"Ada sekitar 36 persen kawasan kumuh yang penataannya sudah terlaksana. Ini baru sebagian kecil dari luas tersebut. Kami dari Pemrov akan terus berkoordinasi bagaimana penataan kawasan kumuh di 2019 selesai," kata Nasrul Abit, Sabtu (7/9).

Wagub menyebut kendala penataan kawasan kumuh ini karena pemerintah kabupaten dan kota berharap bantuan dari pemerintah pusat. 

Sementara dari segi aturan, menurut Nasrul, kawasan kumuh merupakan tanggung jawab daerah masing-masing. Nasrul menginginkan ada pembagian tanggung jawab supaya kawasan kumuh di setiap daerah bisa tertata.

Nasrul menambahkan, Pemprov akan mengajak pihak dari perusahaan BUMN agar ikut berpartisipasi dalam penataan kawasan kumuh ini. 

Dalam waktu dekat, Pemprov kata Nasrul, akan mengundang Diejen Cipta Karya dan BUMN beserta pimpinan perusahaan swasta untuk menuntaskan ketertinggalan dalam penataan kawasan kumuh.

Dalam kesempatan yang sama, tim Leader Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku), Bajang Ahmadi, mengatakan sudah melaksanakan upaya menata kawasan kumuh di Sumbar. Bajang menyebutkan ada 11 kabupaten dan kota yang menjadi perioritas program Kotaku, di antaranya, Kota Padang, Kota Bukittinggi, Kota Padang Panjang, Kota Pariaman, Kota Payakumbuh, Kota Solok, Kabupaten Padang Pariaman dan Kabupaten Limapuluh Kota.  

"Kegiatan penanganan kumuh ini meliputi aspek pembangunan infrastruktur dan pendampingan sosial dan ekonomi untuk keberlanjutan penghidupan masyarakat yang lebih baik di lokasi permukiman kumuh," ucap Bajang.  

Dia juga menerangkan percepatan penanganan permukiman kumuh harus mendukung gerakan 0-100', yaitu 100 persen akses air minum, 0 persen permukiman kumuh, dan 100 persen sanitasi yang layak pada 2019.  

Pada kesempatan yang sama, Kepala Balai Prasarana Permukiman Wilayah Sumbar, Syafriyanti, mengatakan perlu sinergi agar masalah kawasan kumuh tertuntaskan. Sebab dalam penanganan ini, menurut Syafriyanti, tidak cukup dengan dana pusat saja karena wilayah kumuh yang cukup luas.  

Program Kotaku ini, menurut Syafriyanti, telah menangani kawasan kumuh di Sumbar sejak 2015 hingga 2018. Balai PPW Sumbar mengajak semua kalangan untuk sama-sama bergerak menuntaskan persoalan ini. 

Kedepan, balai, provinsi, kabupaten dan kota serta swasta dan badan usaha milik pemerintah akan dilibatkan untuk menuntaskan kawasan kumuh ini.  

Syafriyanti menilai untuk cakupannya, kawasan kumuh di bawah 10 Ha menjadi kewenangan Kabupaten dan kota, untuk  10-15 Ha menjadi kewenangan provinsi, sedangkan lebih dari 15 hektare tanggung jawab pusat melalui Balai Prasarana Permukiman Wilayah Sumbar.  

"Kemampuan kami juga terbatas, untuk itu kami juga ingin semua pihak bergerak termasuk empat Balai yang bisa dilibatkan dalam hal ini," ujar Syafriyanti.

 

  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement