Sabtu 07 Sep 2019 06:57 WIB

Benarkah Ada ISIS dalam Kerusuhan di Papua dan Papua Barat?

Kepolisian belum punya alasan cukup adanya simpul teorisme dalam rusuh papua.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Muhammad Subarkah
Sejumlah polisi membersihkan sisa kerusuhan di salah satu ruas jalan di Manokwari, Papua Barat, Selasa (20/8/2019).
Foto: Antara/Tomi
Sejumlah polisi membersihkan sisa kerusuhan di salah satu ruas jalan di Manokwari, Papua Barat, Selasa (20/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mabes Polri belum berani menyimpulkan adanya keterkaitan jaringan terorisme global, seperti ISIS dalam gelombang kerusuhan di Papua dan Papua Barat. Akan tetapi kepolisian mengetahui adanya jejaring kelompok terorisme yang sedang membangun kekuatan di provinsi paling timur Indonesia tersebut.

“Kalau keterkaitan ISIS dalam kerusuhan (di Papua dan Papua Barat) ini, masih didalami ada atau tidak keterkaitannya,” ujar Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo, di  Gedung Humas Polri, Jakarta, Jumat (6/9). Namun terkait ISIS di Papua dan Papua Barat, kata Dedi, deteksi kepolisian menyimpulkan adanya jaringan terorisme lokal yang terafiliasi dengan ISIS mencoba melakukan rekrutmen di Bumi Cenderawasih.

Dedi menerangkan, kepolisian sudah menganalisa rekam jejak dan pergerakan sejumlah anggota Jemaah Ansarut Daulah (JAD) di Papua dan Papua Barat dalam dua tahun terakhir. JAD, selama ini menjadi kelompok ekstrim agamis yang mendaulat diri ke jaringan ISIS. “Setahun belakangan ini, aktivitas kelompok ini meningkat,” terang Dedi. Kata dia, sejumlah wilayah yang terdeteksi menjadi medan perekrutan kelompok tersebut, ada di Jayapura, Wamena, Manokwari, Fakfak, dan Marauke.

“Sel-sel dari kelompok ini, memang ada. Dalam arti mereka melakukan rekrutmen-rekkrutmen untuk penguasaan,” terang Dedi. Namun ia mengatakan, sampai saat ini, kepolisian belum punya analisa yang cukup untuk membuktikan adanya keterlibatan jaringan dan simpul terorisme global di dalam negeri itu, dengan rentetan kerusuhan di kota-kota utama Papua dan Papua Barat yang terjadi sejak Senin (19/8).

Tudingan adanya kelompok ISIS yang 'bermain' dalam kerusuhan di Papua dan Papua Barat, awalnya dilontarkan oleh Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu, Kamis (5/9). Ryamizard mengatakan, analisa intelijen mengatakan ada tiga kelompok yang sengaja membuat kerusuhan di Bumi Cenderawasih. Pertama kelompok pemberontak bersenjata. Yang kedua kelompok sayap politik prokemerdekaan, dan jaringan pemberontak rahasia atau klandestin.   

Namun di luar tiga itu, kata mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) 2002 itu, ada kelompok lain yang terafiliasi dengan ISIS. “Terdapat kelompok lain yang terafiliasi dengan ISIS (yang) telah menyerukan jihad di tanah Papua,” kata Ryamizard, di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (5/9). Akan tetapi, analisa yang spesifik, namun berbeda, disampaikan oleh Kepala Polri (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian.

Tito, yang sejak Selasa (3/9) memilih berkantor sementara di Papua, pada Kamis (5/9) dalam konfrensi pers menyebutkan dua kelompok yang menginisiasi gelombang kerusuhan di Bumi Cenderawasih. Yakni, Gerakan Pembebasan Papua Barat (ULM-WP), bersama Komite Nasional Papua Barat (KNPB). “ULM-WP dan KNPB bertanggung jawab ata insiden ini, dan akan saya kejar mereka,” tegas Tito.

ULM-WP diketahui organisasi prokemerdekaan Papua Barat yang saat ini dipimpin oleh Benny Wenda. Tito, tak sekalipun menyebutkan adanya kelompok atau tokoh ekstrimis beragama yang dianggap atau diduga sebagai dalang kerusuhan di Papua dan Papua Barat. “Siapa yang main (dalang kerusuhan)? Benny Wenda,” tegas Tito. Bahkan Tito meyakini, kerusuhan di Papua dan Papua Barat sengaja dibuat untuk mencari perhatian internasional dalam Sidang Dewan HAM PBB pada 9 dan 23 September di Jenewa, Swiss mendatang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement