Jumat 06 Sep 2019 19:53 WIB

KPK Minta Presiden Jokowi Bertindak

KPK memiliki dua harapan kepada Jokowi, seleksi capim dan revisi UU KPK.

Sejumlah pegawai KPK melakukan aksi unjuk rasa di Kantor KPK, Jakarta, Jumat (6/9).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah pegawai KPK melakukan aksi unjuk rasa di Kantor KPK, Jakarta, Jumat (6/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan dan pegawai KPK melakukan aksi untuk meminta agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertindak agar tidak menjadikan calon yang melanggar etik menjadi pimpinan KPK. KPK juga meminta Jokowi menghentikan revisi Undang-undang No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Aksi tersebut dilakukan di depan kantor KPK dengan penyampaian orasi beberapa pegawai dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. Selain itu, ada pembacaan pernyataan sikap, dan membuat rantai manusia mengelilingi gedung Merah Putih KPK.

Baca Juga

"Hanya satu permintaan kami, yaitu agar Bapak Presiden Joko Widodo bertindak dan memainkan peran sebagaimana pemimpin negara sebelumnya dengan tidak menjadikan calon yang diduga melakukan pelanggaran etik berat untuk menjadi pimpinan KPK dan hentikan revisi UU KPK," kata pegawai KPK Henny Mustika Sari saat aksi di depang gedung KPK Jakarta, Jumat (6/9).

Aksi itu dihadiri sekitar 1000 orang pegawai KPK yang mengenakan pakaian berwarna gelap dan sejumlah poster yang menyuarakan keinginan mereka. Menurut pimpinan dan pegawai KPK, revisi UU KPK yang diusulkan DPR setidaknya memuat 15 persoalan yang memungkinkan pelemahan KPK.

"Presiden tidak dapat menghindar dari persoalan rencana revisi UU KPK maupun lolosnya calon pimpinan yang diduga melakukan pelanggaran etik berat. Sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, proses pembahasan RUU KPK tidak dapat dilakukan tanpa adanya persetujuan Presiden RI melalui Surat Presiden sesuai dengan ketentuan perundangan berlaku," tambah Henny.

Sedangkan, soal calon pemimpin KPK yang diduga melakukan pelanggaran etik berat yang masih lolos, Presiden pun secara terburu-buru menyerahkan nama kepada DPR RI. Padahal, Presiden telah mengatakan akan mendengarkan masukan dari masyarakat.

"Partai yang mendukung Presiden pun menjadi mayoritas sehingga sangat mungkin untuk mengarahkan agar terpilihnya calon yang berintegritas," tambah Henny.

Berbagai upaya pelemahan telah dialami KPK melewati berbagai masa pemerintahan. "Presiden Abdurahman Wahid merancang KPK, Presiden Megawati Soekarno Putri melahirkan KPK, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melindungi KPK dan jangan sampai sejarah mencatat KPK mati pada masa Presiden Joko Widodo," tegas Henny.

Tanpa hadirnya UU KPK yang memastikan KPK tetap independen serta pimpinan KPK yang harus bersih segala persoalan integritas, KPK telah mati. "Untuk itu, hari ini kami lebih dari 1000 insan KPK yang ada di gedung ini bersepakat menghentikan kerja sejenak sebagai pertanda KPK telah mati dan bersama-sama berduka pada hari ini," ungkap Henny.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement