Jumat 06 Sep 2019 07:57 WIB

Ditambah, Pimpinan MPR Jadi 10 Orang

Tiap fraksi mengusulkan satu nama bakal calon pimpinan MPR.

Gedung MPR/DPR/DPD di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. (ilustrasi)
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Gedung MPR/DPR/DPD di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR memutuskan menginisiasi revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) pada sidang paripurna masa sidang I tahun 2019-2020, Kamis (5/9). Berdasarkan surat laporan Badan Legislasi (Baleg) DPR, poin paling penting dilakukan revisi UU MD3 adalah untuk menambah jumlah pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Laporan Baleg disampaikan Ketua Baleg Supratman Andi Agtas. Dalam surat laporannya kepada pimpinan sidang paripurna, UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 terkait dengan jumlah dan mekanisme pemilihan pimpinan MPR hasil Pemilu 2019.

“Pimpinan MPR berjumlah 10 (sepuluh) orang yang terdiri dari 1 (satu) orang ketua dan 9 (sembilan) orang wakil ketua,” tulis laporan Ketua Baleg dalam surat laporannya kepada pimpinan sidang, Kamis (5/9).

Poin lainnya adalah bakal calon ketua MPR diusulkan oleh fraksi dan/atau kelompok anggota dalam sidang paripurna MPR. Tiap fraksi dan/atau kelompok anggota hanya dapat mengajukan satu orang bakal calon.

Selain itu, proses pemilihan ketua MPR dilakukan secara musyawarah mufakat. Jika dalam musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pemilihan ketua MPR dilakukan dengan pengambilan suara terbanyak.

Wakil Ketua DPR Utut Adianto yang menjadi pimpinan sidang paripurna meminta persetujuan seluruh peserta setelah seluruh fraksi menyampaikan pendapatnya secara tertulis terkait revisi UU MD3 ini. "Pendapat fraksi terhadap RUU usul Badan Legislasi DPR RI tentang UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD dapat disetujui menjadi usul DPR RI?" tanya Utut, kemudian dijawab setuju oleh anggota dewan yang hadir, Kamis (5/9).

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Hendrawan Supratikno mengakui hanya ada satu pasal yang direvisi terkait penambahan pimpinan MPR. "Kalau MD3 hanya pimpinan MPR (direvisi) karena MPR lembaga permusyawaratan, itu sebabnya //kenapa// tidak semua diakomodasi," ujar Hendrawan di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (5/9).

Ia menjelaskan, revisi UU MD3 dilakukan agar tidak terjadi kegaduhan partai politik di parlemen. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini mengklaim, sebelum direvisi, banyak partai politik yang tidak puas terkait komposisi pimpinan MPR. "Prinsipnya untuk menciptakan suasa politik yang teduh, yang tidak gaduh, kondusif. Itu menjadi perhatian dan komitmen semua partai," ujarnya.

Sebelum disepakati menjadi inisiatif DPR dalam rapat paripurna, Partai Nasdem sempat meminta revisi UU MD3 dilakukan awal tahun depan. Namun, usulan Nasdem tidak mampu meyakinkan seluruh peserta sidang paripurna. "Tapi, pada prinsipnya semua sepakat, tadi mempunyai harapan yang sama agar situasi politik tidak gaduh," kata Hendrawan menegaskan.

Anggota Fraksi Gerindra di DPR Ahmad Riza Patria berharap penambahan pimpinan MPR membuat masyarakat merasa terwakili. Ia menegaskan, penambahan pimpinan MPR tidak akan menambah anggaran lembaga MPR. Diketahui, pagu anggaran MPR pada 2020 sebesar Rp 603 miliar. Di mana, Rp 46 miliar dialokasikan untuk lima pimpinan MPR. "Jadi, saya kira tidak ada penambahan anggaran, cuman sedikit saja alokasinya," ujar Riza.

Gerindra sudah menyiapkan kader yang akan diusulkan untuk menduduki kursi pimpinan MPR. Partai pimpinan Prabowo Subianto tersebut berencana mengusulkan Sekretaris Jenderal DPP Gerindra yang juga Ketua Fraksi Gerindra di DPR menjadi pimpinan MPR. "Saya kira Pak Muzani lebih pas dan lebih mantap karena sekarang posisinya sudah di wakil ketua MPR," kata Wakil Ketua Komisi II DPR tersebut menegaskan.

photo
Suasana Sidang Tahunan MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Sementara itu, Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto mengatakan, revisi UU MD3 dilakukan untuk mengubah sistem pemilihan pimpinan MPR. Ia menjelaskan, pemilihan pimpinan MPR biasanya dilakukan dengan sistem voting paket.

Namun, dalam revisi UU MD3 nantinya, sistem pemilihan akan dilakukan melalui konsensus atau musyawarah untuk mufakat. Meskipun jika musyawarah tetap tidak mendapatkan siapa ketua MPR, dilakukan voting terhadap nama-nama yang sudah diusulkan oleh fraksi dan/atau kelompok anggota dalam sidang yang mewakili anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Menteri Perindustrian Kabinet Kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla ini mengakui partainya sudah sepakat dengan revisi UU MD3. Namun, terkait penambahan pimpinan MPR akan memperlancar wacana amendemen terbatas, ia enggan menjawab hal itu. "Nanti kita berpendapat pada saat pembahasan, pandangannya nanti diberikan pada saat pembahasan," ujarnya. N nawir arsyad akbar ed: agus raharjo

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement