Kamis 05 Sep 2019 20:52 WIB

Revisi UU KPK yang Tiba-Tiba Kembali Digarap DPR

DPR lewat rapat paripurna hari ini mengesahkan usulan revisi UU KPK.

Ekspresi sejumlah angggota DPR saat menyerahkan pandangan tertulis fraksi terkait Revisi UU KPK pada Rapat Paripurna Masa Persidangan I Tahun Sidang 2019-2020 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (5/9/2019).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Ekspresi sejumlah angggota DPR saat menyerahkan pandangan tertulis fraksi terkait Revisi UU KPK pada Rapat Paripurna Masa Persidangan I Tahun Sidang 2019-2020 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (5/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Nawir Arsyad Akbar, Arif Satrio Nugroho, Dian Fath Risalah, Dessy Suciati Saputri

DPR resmi mengusulkan Perubahan Kedua UU Nomor 30/2002 tentang KPK menjadi usulan DPR. Usulan Badan Legislasi (Baleg) tersebut berjalan mulus melalui rapat paripurna yang digelar Kamis (5/9).

Baca Juga

"Dengan demikian 10 fraksi telah menyampaikan pendapat fraksinya masing-masing. Pendapat fraksi terhadap RUU usul badan legislasi DPR RI tentang Perubahan Kedua UU Nomor 30/2002 tentang KPK dapat disetujui jadi usul DPR RI?," kata Wakil Ketua DPR selaku pimpinan rapat Utut Adianto melempar pertanyaan kepada peserta sidang, Kamis (5/9).

Seluruh peserta rapat yang hadir pun kompak menjawab setuju usulan tersebut. Pandangan fraksi hanya disampaikan tertulis dan langsung disampaikan ke pimpinan DPR. Tidak ada pula interupsi dari para anggota yang hadir.

Usulan Baleg DPR yang langsung diterima rapat paripurna tanpa interupsi sedikit pun dari anggota dewan ini terbilang mengejutkan. Seperti diketahui, usulan revisi UU KPK telah berulang kali bergulir di DPR dan selalu mendapatkan penolakan dari publik.

Berdasarkan rapat Baleg DPR pada Selasa (3/9), dengan agenda pandangan fraksi-fraksi tentang penyusunan draf revisi UU KPK. Ada enam poin revisi UU KPK.

Pertama, terkait kedudukan KPK berada pada cabang pemerintahan. Di mana dalam menjalankan tugas dan kewenanhannya, lembaga itu bersifat independen.

Kedua, yaitu terkait penyadapan. Di mana KPK boleh melakukan hal tersebut jika telah mendapatkan izin dari Dewan Pengawas.

Selanjutnya, adalah penegasan KPK sebagai bagian tidak terpisahkan dari sistem peradilan pidana terpadu. Sehingga, komisi anti rasuah itu diwajibkan bersinergi dengan lembaga penegak hukum lainnya.

Poin keempat, yakni tugas KPK di bidang pencegahan akan ditingkatkan. Sehingga setiap lembaga, instansi, dan kementerian wajib menyelenggarakan pengelolaan laporan harta kekayaan terhadap penyelenggaraan negara.

Kelima, terkait pembentukan dewan pengawas KPK. Di mana nantinya terdapat lima orang yang bertugas mengawasi lembaga tersebut.

Terakhir, soal kewenangan KPK untuk menghentikan penyidikan dan penuntutan perkara korupsi yang tidak selesai dalam jangka waktu satu tahun atau SP3. Penghentian itu harus dilaporkan kepada dewan pengawas dan diumumkan ke publik.

DPR tetap membantah adanya upaya pelemahan KPK lewat revisi UU KPK. Wakil Ketua Komisi III DPR RI Desmond Mahesa mengungkapkan kembali sejumlah aspek yang termuat dalam revisi UU KPK itu. Poin revisi di antaranya soal penyadapan, pelaporan harta kekayaan, pengawasan hingga pemberian surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

"Itu kok dianggap melemahkan kan lucu," ujar politikus Gerindra itu di Kompleks Parlemen RI, Kamis (5/9).

Saat ini, kata Desmond, KPK tak memiliki pengawas kinerja. Sehingga, revisi UU KPK itu akan menegaskan adanya pengawasan pada KPK. DPR akan memperjelas siapa yang ditunjuk dan menunjuk siapa yang memilih dewan pengawas.

"Ini yang nanti akan kita rumuskan saat debat di parlemen maka kami juga fraksi Gerindra minta masukan kepada siapapun tentang yang paling layak menjadi pengawas KPK itu siapa," ujar dia.

Kemudian, revisi juga akan mengatur keharusan dan kapan pejabat negara harus melaporkan harta kekayaannya. Lalu, dalam revisi ini, kewenangan KPK mengeluarkan SP3 untuk kasus yang sudah berjalan selama satu tahun akan diatur. Desmond menekankan, wewenang ini demi kepastian hukum.

"Kalau ada pesan ini melemahkan kan dalam negara hukum harus ada kepastian hukum, kecuali Indonesia UU kita tidak bicara tentang negara hukum, bagi saya tidak ada sesuatu yang luar biasa toh tidak ada orang lain yang intervensi," ujar dia.

Politikus Nasdem Teuku Taufiqulhadi menilai ada dua alasan Nasdem sepakat UU KPK perlu direvisi. Pertama, adanya penataan lembaga setelah hasil putusan MK.

"Putusan MK yang lalu menetapkan bahwasanya KPK ini sebagai sebuah lembaga dia berada dalam domain eksekutif, yang dulu KPK ini selalu menganggap dirinya sebagai di dalam jajaran peradilan," kata Taufiqulhadi di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (15/9).

Alasan kedua, revisi UU KPK tersebut merupakan kelanjutan dari pidato presiden Joko Widodo (Jokowi) pada sidang tahunan 16 Agustus 2019 lalu. Dalam pidatonya Jokowi menegaskan kembali komitmen pemberantasan korupsi agar diperkuat.

"Dia mengingatkan yang dimaksud pemberantasan korupsi itu tidak berarti harus menangkap orang sebanyak-banyaknya, tapi bagaimana yang dimaksudkan kita berhasil dalam pemberantasan korupsi itu adalah tidak ada orang yang melakukan korupsi lagi," ujar anggota Komisi III DPR itu.

Ia pun menilai apa yang dilakukan KPK sejauh ini telah berjalan dengan baik. Hanya saja belum ada upaya pencegahan yang dinilai cukup berhasil

"Padahal yang perlu kita selesaikan pada tataran akar persoalan," ucapnya.

KPK Surati Presiden Jokowi

Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, saat ini lembaga antirasuah berada di ujung tanduk. Karena itu, KPK akan berkirim surat ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Bukan tanpa sebab. Semua kejadian dan agenda yang terjadi dalam kurun waktu belakangan ini membuat kami harus menyatakan kondisi yang sesungguhnya saat ini," tegas Agus di Gedung KPK Jakarta, Kamis (5/9).

Agus menerangkan, ada dua kejadian yang membuat kondisi KPK sekarang ini berada di ujung tanduk. Pertama, ia mengatakan, seleksi pimpinan KPK yang menghasilkan 10 nama calon pimpinan.

Dalam sepuluh nama tersebut, ia mengatakan,  terdapat orang yang bermasalah. Ia mengkhawatirkan hal ini membuat kerja KPK terbelenggu dan sangat mudah diganggu oleh berbagai pihak.

Kedua, Agus menerangkan, DPR RI telah menyetujui revisi Undang Undang KPK menjadi RUU Insiatif DPR pada sidang paripurna, Kamis hari ini. Tak hanya RUU KPK, DPR juga menggodok RUU KUHP yang akan mencabut sifat khusus dari tindak pidana korupsi sehingga keberadaan KPK terancam.

"KPK menyadari DPR memiliki wewenang untuk menyusun RUU inisiatif dari DPR. Akan tetapi, KPK meminta DPR tidak menggunakan wewenang tersebut untuk melemahkan dan melumpuhkan KPK," ujar Agus

Kepada presiden, Agus berharap, Jokowi bisa lebih arif dan bijaksana untuk mendengarkan suara dan masukan dari berbagai pihak. KPK menyadari usulan DPR untuk merevisi UU KPK itu perlu dibahas dengan pemerintah karena undang-undang dibentuk berdasarkan persetujuan DPR dan Presiden.

KPK percaya, Presiden akan tetap konsisten dengan pernyataan yang pernah disampaikan bahwa Presiden tidak akan melemahkan KPK. "Apalagi saat ini, presiden memiliki sejumlah agenda penting untuk melakukan pembangunan dan melayani masyarakat.

"Polemik revisi UU KPK dan upaya melumpuhkan KPK ini semestinya tidak perlu ada sehingga Presiden Joko Widodo dapat fokus pada seluruh rencana yang telah disusun," tutur Agus.

Menanggapi revisi UU KPK oleh DPR, Presiden Jokowi  menilai lembaga antirasuah itu selama ini telah bekerja dengan baik. "Saya belum tahu isinya, yang jelas KPK saat ini bekerja dengan baik," ujar Jokowi di Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), Kamis (5/9).

Jokowi mengatakan, revisi UU KPK tersebut merupakan inisiatif DPR. Kendati demikian, Jokowi enggan memberikan tanggapannya lebih lanjut. Ia mengaku belum mengetahui kabar revisi UU KPK itu.

"Itu inisiatif DPR.  Saya belum tahu, jadi saya belum bisa sampaikan apa-apa," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement