Rabu 04 Sep 2019 16:22 WIB

Sejarah Bencana Indonesia: Potensi Bencana akan Berulang

Bencana hidrometeorologis paling sering terjadi di Indonesia

Masjid Baiturrahman Banda Aceh usai diterjang gempa dan tsunami 2004
Masjid Baiturrahman Banda Aceh usai diterjang gempa dan tsunami 2004

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Agus Wibowo, Plt Kapusdatin dan Humas BNPB 

Tahukah Anda bahwa gempa bumi pernah mengguncang Jakarta dan menyebabkan kerusakan dan korban jiwa? BNPB mencatat pada 5 Januari 1699, Batavia nama Jakarta saat itu, diguncang gempa bumi dahsyat yang menyebabkan 18 orang meninggal dunia, 49 gedung batu yang kokoh hancur, dan hampir semua rumah hancur.

Selanjutnya 80 tahun kemudian pada 22 Januari 1780, Batavia diguncang gempa hebat lagi, dan 50 tahun kemudian Batavia juga diguncang gempa bumi hebat pada 10 Oktober 1834. Setelah itu Jakarta diguncang beberapa gempa bumi antara lain gempa bumi Cianjur 7.4 SR pada 2 september 2009, dan yang terakhir Gempa Banten 6.9 SR yang getarannya dirasakan cukup kuat oleh warga Jakarta.

Gempa bumi 7.4 SR pada 28 September 2018 di Palu, Sulawesi Tengah bukanlah gempa bumi yang pertama di wilayah tersebut. Setidaknya sudah pernah terjadi tujuh (7) kali gempa bumi yang terjadi yaitu pada 1 Desember 1927, 14 Agustus 1938, 1 Januari 1996, 11 Oktober 1998, 24 Januari 2005, 17 November 2008, dan 18 Agustus 2012. Bahkan pada tahun 1970 Prof. J.A. Katili dari ITB menyarankan pada pemerintah agar Palu tidak dijadikan ibu kota atau pusat pertumbuhan karena potensi bahaya gempa dari Patahan Palu-Koro dan memprediksi akan terjadi gempa yang merusak pada tahun 2000-an.

photo
Sejumlah nelayan yang juga korban gempa dan tsunami beraktivitas di pantai Teluk Palu, Kampung Lere, Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (14/12/2018).

Peneliti Unsyiah Aceh juga menemukan bukti gempa bumi dan tsunami pernah terjadi beberapa kali di wilayah Aceh. Bukti ditemukan di Gua Eek Leuntie di Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar, Aceh. Dalam gua ditemukan lapisan tanah / pasir yang dibawa oleh gelombang tsnumai masuk ke dalam gua.

Setelah diteliti ternyata ada beberapa lapisan pasir yang berumur 7.500 tahun yang lalu, 5.400 tahun yang lalu, 3.300 tahun yang lalu, 2.800 tahun yang lalu, dan 26 Desember 2004. Bahkan di Pulau Simeulue mempunyai kearifan lokal “Smong” yang berarti tsunami.

Para pendahulu mewariskan cerita kepada anak cucunya bahwa kalau ada gempa pasti disusul smong atau tsunami, hal ini menunjukkan para pendahulu percaya smong akan berulang atau terjadi lagi. Dengan demikian seluruh penduduk Pulau Simeulue sudah paham jika terjadi gempa segera menyelamatkan diri ke tempat yang tinggi sehingga pada kejadian tsunami 26 Desember 2004 korban sangat minim yaitu 6 orang meninggal dunia, bandingkan dengan ratusan ribu korban jiwa meninggal di daratan Aceh atau di tempat lainnya.

Dr. Eko Yulianto peneliti dari LIPI menemukan bukti-bukti di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa yang menunjukkan tsunami pernah beberapa kali menerjang. Pada saat rombongan Kepala BNPB menyusuri sepanjang pantai dari Sukabumi sampai Banten, ditunjukkan bukti tsunami pernah menerjang di pantai Binuangeun, Desa Muara, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.

photo
Warga berjalan di sisa-sisa bangunan yang rusak diterjang tsunami Selat Sunda di Sumur, Pandeglang, Banten, Kamis (3/1/2019).

“Ada tiga buah batu koral berukuran besar di daratan sekitar pantai ini. Tadinya ada di laut, tapi terangkat ke daratan oleh tsunami. Ini sekitar 3.000 tahun lalu, ada juga 1.600 tahun lalu dan ada yang 300 tahun yang lalu,” penjelasan Dr. Eko Yulianto kepada Kepala BNPB, Kepala BMKG dan peserta kunjungan lainnya.

Lebih lanjut Dr. Wijokongko peneliti tsunami dari BPPT menyampaikan wilayah pantai selatan Jawa mempunyai potensi gempa bumi megatrust dengan kekuatan 8,8 SR dan mungkin menyebabkan tsunami setinggi 20 meter. Tsunami itu akan menerjang wilayah pesisir dalam waktu kurang lebih 20 menit setelah gempa bumi.

BMKG  juga membenarkan potensi tersebut, dan menambahkan bahwa itu potensi bukan prediksi. Potensi berarti pasti akan terjadi, hanya saja belum ada penelitian yang dapat menentukan kapan akan terjadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement