Selasa 03 Sep 2019 15:06 WIB

Satu Tersangka Insiden Asrama Mahasiswa Papua Berstatus ASN

Pemkot Surabaya menyerahkan semua proses hukum kepada pihak kepolisian.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Ratna Puspita
Salah satu tersangka insiden di asrama mahasiswa Papua di Surabaya Syamsul Arifin (SA).
Foto: Republika/Dadang Kurnia
Salah satu tersangka insiden di asrama mahasiswa Papua di Surabaya Syamsul Arifin (SA).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Syamsul Arifin (SA), satu dari dua tersangka insiden di asrama mahasiswa Papua di Surabaya, merupakan ASN di Kecamatan Tambaksari. Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Humas) Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya M Fikser mengaku sudah mengetahui kasus yang menimpa salah satu ASN tersebut.

Ia juga mengaku mengikuti semua informasi yang berkembang terkait ASN yang tertimpa hukum itu. “Kami sudah memantau semuanya dan mengikuti perkembangannya. Kita pantau terus soal SA ini,” kata Fikser di kantornya, Selasa (3/9)

Baca Juga

Fikser juga membenarkan, ASN itu merupakan jajaran Linmas di lingkungan Kecamatan Tambaksari. Sebagai lembaga pemerintahan, Pemkot Surabaya tentu akan menyerahkan semua proses hukum kepada pihak kepolisian yang melakukan pemeriksaan.

Ia pun menyesalkan hal tersebut. “Kami serahkan sepenuhnya kepada pihak kepolisian. Kami patuhi hukum yang berlaku,” ujar Fikser.

Menurut Fikser, sebagai aparat pemerintahan, memang sudah selayaknya menjaga etika dalam bermasyarakat. Bahkan, sebagai ASN juga sudah sepatutnya bekerja secara profesional dan mengedepankan pelayanan untuk masyarakat.

“Hal itu sudah diatur dalam undang-undang juga, jadi harus selalu menjaga attitude dalam bermasyarakat,” kata dia.

Ia juga menambahkan, dalam undang-undang, pegawai ASN itu berfungsi sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, dan perekat serta pemersatu bangsa. “Nah, seharusnya kita menjaga itu. Kita ini petugas masyarakat sebagaimana dalam sumpah kita,” kata dia.

Bagi dia, siapapun dan dengan alasan apa pun, bukan saja ASN, tapi setiap masyarakat, dilarang berbuat rasisme. Sehingga dia menyerahkan sepenuhnya kepada pihak kepolisian. “Siapa pun dan dengan alasan apapun, rasisme itu tidak dibenarkan,” ujar Fikser.

Sebelumnya, Polda Jatim menetapkan SA sebagai tersangka. SA ditetapkan tersangka setelah terbukti melayangkan kata-kata rasis kepada mahasiswa Papua yang ada di asrama mahasiswa Papua di Surabaya. Pembuktian tersebut diperoleh dari keterangan saksi-saksi dan juga dari hasil uji laboratorium forensik. SA dijerat Undang-Undang nomor 40 tahun 2008 tentang Diskriminasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement