REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Eksistensi kerajaan Sriwijaya selama ini tak pernah dipertanyakan para ahli.
Hal ini disampaikan Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Kacung Marijan, menanggapi pernyataan Ridwan Saidi yang menyebut kerajaan Sriwijaya fiktif.
Kacung menyampaikan kontroversi utama atas Sriwijaya ialah mengenai letak ibu kotanya. Selama ini, para ahli berdebat soal letak ibu kota Sriwijaya antara di Palembang atau Jambi.
"Kalau eksistensi Sriwijaya, sepertinya tidak ada yang mempertanyakan selama ini. Tapi soal lokasi ibu kotanya, itu yang diperdebatkan. Misal apakah di Palembang ataukah di Muaro Jambi," katanya pada Republika.co.id, Senin (2/9).
Mantan Dirjen Kebudayaan Kemendikbud itu merasa wajar bila letak ibu kota Sriwijaya menjadi kontroversi. Sebab kerajaan Sriwijaya sendiri berdiri sekitar lima abad. Tak menutup kemungkinan juga, ibu kota Sriwijaya sempat berpindah.
"Mungkin sama benarnya soal letak ibu kota itu mengingat usia Sriwijaya itu sekitar lima abad," ujarnya.
Arca manusia tanpa kepala mirip dengan prajurit zaman Kerajaan Sriwijaya.
Dia menilai pernyataan Ridwan mestinya didukung lewat data. Sehingga tak sekadar menimbulkan kontroversi namun membuka ruang diskusi sejarah yang kredibel.
"Sebenarnya ini secara akademik tidak ada kontroversi karena apa yang dikemukakan pak Ridwan bukan akademik. Misal tidak berwujud karya ilmiah, paper atau buku ya enggak usah ditanggapi serius," ucapnya.
Kacung baru pertama kali mendengar Sriwijaya merupakan kerajaan fiktif dari Ridwan Saidi. Sedangkan ahli sejarah lain tak berpandangan sama dengan Ridwan.
"Misal apa benar Sriwijaya itu karangan ataukah Pak Ridwan Saidi yang ngarang kalau Sriwijaya itu karangan. Enggak apa-apa didiskusikan secara ilmiah. Para sejarawan bisa mendiskusikannya. Masalahnya Pak Ridwan Saidi bukan sejarawan," jelasnya.
Sebelumnya, pernyataan Kerajaan Sriwijaya fiktif yang dilontarkan Ridwan di salah satu saluran Youtube sempat ramai diperbincangkan. Ridwan menyampaikan sejumlah alasan mengapa ia menganggap kerajaan Sriwijaya sebagai fiktif. Dalam salah satu paparannya, Ridwan menyebut bahwa Kerajaan Sriwijaya hanyalah bajak laut.