REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepolisian Daerah Jawa Timur menetapkan seorang berinisial SA sebagai tersangka baru kasus dugaan ujaran rasialis kepada mahasiswa di Asrama Mahasiswa Papua (AMP), Jalan Kalasan Surabaya beberapa waktu lalu. Meski begitu, pihak kepolisian masih merahasiakan dari unsur mana tersangka tersebut.
"Ada penambahan tersangka baru berinisial SA. Jadi, sudah ada dua tersangka dalam kasus tersebut, setelah beberapa waktu lalu menetapkan TS sebagai tersangka,\" ujar Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan di Mapolda Jatim di Surabaya, Jumat. Luki menyatakan, SA ditetapkan tersangka setelah terbukti melayangkan kata-kata rasialis kepada mahasiswa Papua di AMP pada 16 Agustus 2019, sekaligus memperoleh bukti dari keterangan saksi-saksi serta hasil uji laboratorium forensik.
"Dari video yang beredar, SA, salah satu yang mengungkapkan kata-kata kurang sopan, kata-kata binatang, kata-kata rasis. Diperoleh dari saksi, dan dari hasil labfor,\" ucap jenderal polisi bintang dua itu.
Pada kesempatan sama, Wakapolda Jatim Brigjen Pol Toni Harmanto membenarkan penetapan SA sebagai tersangka setelah penyidik mengantongi bukti-bukti kuat terkait rasisme. Kendati demikan, ia belum bisa menyampaikan SA dari ormas atau linmas, tapi hanya mengatakan SA berasal dari elemen masyarakat. "SA dari unsur masyarakat. Itu rasisme dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang diskriminasi. SA merupakan satu dari enam orang yang dicekal," kata Toni.
Sebelumnya, polisi juga telah menetapkan Tri Susanti selaku koordinator lapangan aksi sebagai tersangka penyebaran informasi hoaks, diskriminasi dan provokasi sehingga terjadi pengerahan massa. Polisi mengantongi sejumlah bukti yang dijadikan dasar polisi menetapkan tersangka, antara lain, rekam jejak digital berupa konten video hingga berbagai narasi yang tersebar di media sosial.
Sebelum penetapan tersangka, penyidik dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jatim telah melakukan pemeriksaan terhadap 29 orang saksi, masing-masing tujuh saksi ahli dan 22 saksi masyarakat. Dalam kasus tersebut, tersangka Susi dijerat aturan dari UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), UU tentang Penghapusan Rasis dan Etnis, dan KUHP.
Kepolisian Daerah Jawa Timur sempat mengagendakan pemeriksaan tersangka Susi, terkait insiden di asrama mahasiswa Papua. Pemeriksaan sejatinya digelar di Mapolda Jatim Surabaya pada Jumat (30/8). Namun ternyata, tersangka TS tidak bisa memenuhi panggilan pemeriksaan tersebut dengan alasan sakit.
"Jadi hari ini Bu Susi badannya kurang fit kurang sehat karena kelelahan kurang istirahat. Kita tunda nanti minta waktu konfirmasi dulu ke penyidik," kata kuasa hukum TS, Sahid di Mapolda Jatim Surabaya, Jumat (30/8).
Sahid mengklaim, kliennya sebenarnya telah berobat ke dokter atas kelelahan yang dialaminya. Namun, saat jadwal pemeriksaannya sebagai tersangka tiba, yang bersangkutan masih belum bugar juga. "Sudah berobat dia. Cuman karena kelelahan kurang istirahat. Nggak perlu rawat inap. Cuma minta waktu untuk menyiapkan segala sesuatu," ujar Sahid.
Sahid menyatakan, kliennya meminta jadwal pemeriksaan sebagai tersangka diundur ke hari Senin (2/8) atau Selasa (3/8). Menurut dia, pihaknya menyerahkan sepenuhnya ke penyidik. Namun, untuk hari ini, TS tidak bisa memenuhi panggilan dengan beralasan sakit. "Tunda sampai Senin atau Selasa. Nanti konfirmasi ke penyidik kapan panggil lagi yang bersangkutan," katanya.