REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gerakan Solidaritas Pemuda Papua dan Ras Melanesia menolak referendum dan intervensi asing terhadap persoalan Papua yang dapat memecah belah persatuan Indonesia.
Penolakan itu sebagaimana disampaikan dalam aksi damai oleh warga Papua tergabung dalam gerakan tersebut, di Jakarta, Jumat (30/8). Aksi juga diikuti aktivis Lembaga Kajian dan Pemerhati Hukum Indonesia sebanyak sekitar 300 orang.
Salah satu orator aksi Ismail Marasabessy menuntut Polri menangkap oknum dan aktor di balik pengibaran Bendera Bintang Kejora di depan Istana.
"Indonesia tidak boleh hancur oleh oknum-oknum seperti itu. Kebebasan dan keyakinan diakui oleh seluruh bangsa, tetapi Ras Melanesia bukanlah segelintir orang-orang yang menginginkan kerusakan di negara ini," katanya.
Menurut dia, orang Papua dan Ras Melanesia adalah ras yang besar dan berjiwa NKRI. Meski masyarakat Indonesia terpengaruh oleh gerakan Papua merdeka karena isu ras, tetapi harus cerdas menyikapi itu agar tidak ada eskalasi konflik.
Ismail juga menolak adanya politik adu domba agama, suku, dan bangsa. Dia juga mengingatkan masyarakat tentang kesadaran agar tidak mudah terpancing berita bohong (hoaks).
Orator lainnya, El Hakim mengatakan Papua adalah NKRI dan tidak bisa dipisahkan. Semua warga negara harus tunduk pada hukum dan apabila ada orang yang bersalah harus dihukum sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
"NKRI sudah final dan Pancasila adalah dasar negara kita, untuk itu kami siap berdarah-darah apabila ada aksi yang memakai Bintang Kejora maka kami akan ke Istana untuk membubarkan mereka," katanya lagi.
Sementara itu, orator Alan MS menyerukan saudara di Papua untuk kembali sadar agar kedamaian hadir kembali di Papua. Sekelompok orang yang tidak ingin Indonesia damai harus dilawan pihak keamanan. "NKRI harus kita pertahankan agar kita dapat wujudkan kebersamaan menuju NKRI," katanya pula.