REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Khusus Presiden untuk Papua Lenis Kogoya meminta agar dana Otonomi Khusus (otsus) diaudit penggunaannya. Sebab, menurut dia, penggunaan dana otsus yang tak jelas ini menjadi salah satu penyebab panjangnya kekisruhan yang terjadi di Papua.
Ia mengatakan, Undang-Undang No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua memberikan kewenangan kepada semua kepala daerah Papua mulai gubernur, wakil gubernur, bupati hingga satuan kerja perangkat daerah. "Sebelum UU Otsus berakhir harus ada audit keuangan di Papua. Setelah itu melihat, oh dana ini yang bikin kesalahan di Papua atau Jakarta. Kalau Papua mengatakan salah, berarti kita katakan dia salah. Kalau Papua mengatakannya Jakarta salah bilang Jakarta yang salah. Supaya kami orang adat, orang awam, masyarakat kecil itu tahu penggunaan uang itu ke mana yang jelas," jelas Lenis di kantornya, gedung Sekretariat Negara, Jakarta, Jumat (30/8).
Berdasarkan UU Otsus, dana yang ditransfer langsung ke pemerintah daerah Papua kemudian dibagi-bagi, yakni sebanyak 80 persen untuk kabupaten dan 20 persen untuk provinsi. Kendati demikian, laporan penggunaan dana otsus tersebut masih belum jelas. Termasuk dana afirmasi yang bersumber dari anggaran alokasi kabupaten.
"Uang itu ada uang afirmasi enam persen, kepada lembaga masyarakat adat dua persen, tokoh perempuan dua persen, tokoh agama dua persen. Sampai hari ini menteri dalam negeri kasih surat kepada gubernur untuk melaporkan dana afirmasi enam persen sampai hari ini belum ada yang lapor," jelas dia.
Untuk diketahui, pemerintah pusat memberikan dana otonomi khusus kepada Papua sebesar Rp 8,36 triliun pada 2019. Sedangkan dana tambahan infrastruktur yang diberikan sebesar Rp 4,26 triliun.