Jumat 30 Aug 2019 16:26 WIB

Perludem: Caleg Perempuan Terpilih Meningkat, tak Signifikan

Tercatat, ada 118 orang caleg perempuan yang terpilih untuk DPR RI.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Andri Saubani
Seorang perwakilan perempuan bakal calon anggota legislatif (caleg) Pemilu 2019 menunjukkan surat rekomendasi dari Kepolisian saat pengurusan surat keterangan catatan kepolisian ( SKCK) di Polres Lhokseumawe, Aceh, Selasa (26/6).
Foto: Antara/Rahmad
Seorang perwakilan perempuan bakal calon anggota legislatif (caleg) Pemilu 2019 menunjukkan surat rekomendasi dari Kepolisian saat pengurusan surat keterangan catatan kepolisian ( SKCK) di Polres Lhokseumawe, Aceh, Selasa (26/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan, jumlah caleg perempuan DPR RI yang terpilih mengalami peningkatan. Namun, peningkatan tersebut tidak terjadi secara signifikan.

Titi menuturkan, berdasarkan hasil sengketa persilihan hasil pemilu (PHPU) legislatif di Mahkamah Konstitusi (MK) untuk Pemilu DPR RI tidak ada yang dikabulkan, maka perolehan suara pun tidak ada yang berubah. Hal serupa juga berlaku untuk pemilihan anggota DPD. 

Baca Juga

Begitu pun dengan keterpilihan para caleg perempuan di DPR RI dan DPD. "Di tengah kondisi tidak adanya perubahan pengaturan mengenai kebijakan kuota pencalonan 30 persen perempuan dalam daftar calon, angka keterwakilan perempuan di Pemilu 2019 meningkat dan tertinggi dari empat pemilu sebelumnya," ujar Titi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (30/8) sore. 

Saat ini, lanjutnya, tercatat ada 118 orang caleg perempuan yang terpilih untuk DPR RI. Jumlah itu setara dengan 20,5 persen dari 575 kursi DPR RI.

Akan tetapi, jika dibandingkan dengan pemilu sebelumnya, kenaikan angka keterpilihan perempuan di Pemilu 2019 tidak terlalu signifikan. "Hanya bertambah 21 kursi dari Pemilu 2014 lalu yang jumlah keterpilihannya sebanyak 97 orang perempuan," ungkapnya.

Titi melanjutkan, sebagian besar perempuan yang terpilih adalah yang menempati nomor urut 1 dan 2. Di nomor urut 1 terdapat 57 perempuan yang terpilih dari 235 DCT perempuan yang ditempatkan pada nomor urut 1.

Sedangkan di nomor urut 2 dari total DCT perempuan sebanyak 372 orang, terpilih sebanyak 29 orang. Sedangkan, sisanya perempuan terpilih tersebar di nomor urut 3, 4, 5, 6 dan 7.

Sementara itu, angka keterpilihan perempuan di DPD adalah sebesar 30,9 psrsen atau sebanyak 42 perempuan berhasil menduduki kursi anggota DPD. Dari 34 Provinsi terdapat delapan provinsi yang tidak terdapat calon anggota DPD perempuan terpilih diantaranya.

Beberapa dari daerah itu antara lain, Aceh, Kepualuan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Bali, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, dan Papua Barat. Adapun Provinsi Sumatera Selatan, menjadi satu-satunya provinsi yang mampu mengantarkan wakilnya di DPD perempuan seluruhnya, sedangkan dua di antaranya dengan jumlah 3 orang perempuan DPD terpilih di Provinsi Jawa Tengah dan Maluku.

Dari hasil ini, Titi menyampaikan sejumlah kesimpulan terkait kontestasi perempuan di Pemilu 2019. Pertama, sekalipun terdapat peningkatan keterwakilan perempuan di Pemilu Serentak 2019, namun jumlahnya tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan pemilu sebelumnya.

Stagnansi angka keterwakilan perempuan paling tidak bisa disebabkan oleh beberapa faktor yang diantaranya, Pertama, perempuan masih ditempatkan diluar nomor urut yang cenderung banyak dipilih 1 dan 2.

Kedua, Pola rekrutmen politik di internal partai politik yang masih menjadi urusan 'dapur partai politik' dan belum sepenuhnya demokratis menjadi salah satu tantangan partisipasi perempuan dalam mendorong kebijakan afirmasi. Ketiga, pemilu serentak dengan desain lima surat suara/lima kotak bisa jadi berdampak pada pola kontestasi perempuan dan kurang mendapatkan perhatian dari pemilih karena sebagian besar pemilih lebih berkonsentrasi kepada pemilu presiden dan wakil presiden dibandingkan dengan pemilu legislatif.

Keempat, akses terhadap pembiayan kampanye yang minim dan tak adanya pembatasan belanja kampanye, membuat arena kampanye menjadi pasar bebas dan berdampak pada perempuan yang cenderung memiliki kekurangan terhadap sumber daya finansial. 

''Sehingga, diperlukan evaluasi kebijakan mengenai efektivitas penggunaan kebijakan kuota 30 persen perempuan dalam pencalonan di pemilu. Alternatif-alternatif pengaturan kebijakan affirmative action dalam pemilu sangat perlu dipikirkan dan disimulasikan dalam rangka meningkatkan angka keterwakilan perempuan di legislatif untuk pemilu-pemilu berikutnya," tambah Titi.

Dia pun menambahkan, berdasarkan hasil Pemilu DPR 2019, PDIP selaku partai politik pemenang pemilu mampu menempatkan anggota DPR perempuan paling banyak dibandingkan dengan parpol lain. Namun demikian, jika disandingkan komposisi jumlah laki-laki dan jumlah perempuan, presentase perempuan anggota DPR dari Partai Nasdem lebih banyak, yakni mencapai 32,2 persen atau sebanyak 19 perempuan sedangkan caleg laki-laki Partai Nasdem yang terpilih sebanyak 67,8 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement