REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahardiasyah menyarankan Presiden Joko Widodo agar mempertimbangkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Begitu juga dengan tawaran kerja sama perushaaan asuransi asal Cina, Ping An Insurance.
"Nah ini jadi bukan dalam pengertian boleh atau nggak boleh tapi perlu suatu telaah atau kajian lagi sehingga nanti dilihat cost and benefit-nya, dapat apa saja dan lain-lain," kata Trubus Rahardiasyah di Jakarta, Kamis (29/8).
Dia mengatakan, sebuah kerja sama dengan perusahaan asing bertujuan memberikan suntikan agar BPJS bisa bekerja maksimal. Dia meminta BPJS untuk berhati-hati dalam menyelami kerjasama tersebut.
"Tapi hati-hati, jangan kemudian nanti kerjasama eh, ujungnya malah memberatkan pemerintah," katanya.
Menurutnya, BPJS atau pemerintah harus berhati-hati akan kerja sama tersebut mengingat masuknya asing dapat memberikan intervensi dalam arah dan kebijakan. Selain itu, dia juga mengingatkan, ada potensi pencurian data Warga Negara Indonesia (WNI) oleh asing.
"Nah itu yang disebut efek domino. Harus dipertimbangkan makanya perlu dikaji lebih dalam sehingga jangan sampe ada pencurian data itu," katanya.
Apalagi, dia mengatakan, ini menyangkut finansial dan ada hubungan antarnegara. Sebabnya, dia meminta semua pihak untuk melakukan kajian mendalam dan jangan asal memutuskan.
"Jadi intinya ini masih belum tepat untuk dinaikan dan kerja sama juga belum pas makanya masih perlu dikaji lagi," katanya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menyatakan adanya ketertarikan Ping An untuk membantu BPJS Kesehatan. Menurut Luhut, Ping An bisa membantu untuk menekan defisit BPJS Kesehatan dengan efisiensi lewat teknologi informasi.
Usulan kerja sama dengan perusahaan asuransi dari Cina ini mulanya disampaikan Menko Luhut. Ia menjelaskan, hal ini bermula dari pertemuannya dengan salah seorang pemimpin Ping An Insurance dalam salah satu acara saat kunjungannya ke Cina pada bulan lalu.
Rizkyan adiyudha