Kamis 29 Aug 2019 10:55 WIB

YLKI: Subsidi Energi Ditambah, Mengapa BPJS Kesehatan tidak?

Pemerintah seharusnya mencari solusi selain membebankan defisit pada rakyat.

Red: Nur Aini
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi.
Foto: dok. Republika
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan rencana pemerintah menaikkan tarif iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan seharusnya menjadi skenario terakhir.

"Pemerintah seharusnya bisa menambah suntikan subsidi untuk BPJS Kesehatan. Kalau untuk subsidi energi saja pemerintah mau menambah, mengapa untuk subsidi BPJS Kesehatan tidak mau," kata Tulus melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis (29/8).

Baca Juga

Tulus mengatakan keberlangsungan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan tanggung jawab pemerintah. Defisit keuangan BPJS Kesehatan seharusnya tidak serta merta dibebankan kepada masyarakat melalui kenaikan tarif iuran.

Meskipun mengakui besaran iuran yang berlaku masih jauh di bawah biaya pokok sehingga kenaikan iuran seolah menjadi hal yang rasional, Tulus menilai hal itu bukan menjadi solusi tunggal.

"Pemerintah bisa saja melakukan relokasi subsidi energi dan atau menaikkan cukai rokok. Skema seperti itu tidak akan membebani masyarakat," tuturnya.

Menurut Tulus, subsidi energi yang masih mencapai Rp 157 triliun, sebagian bisa direlokasi menjadi subsidi BPJS Kesehatan. Selain itu, hal yang lebih penting adalah menaikkan cukai rokok secara signifikan, yang persentase kenaikannya sebagian langsung dialokasikan untuk memasok subsidi kepada BPJS Kesehatan.

"Selain tidak membebani masyarakat, skema ini juga bisa menjadi upaya preventif promotif sehingga sangat sejalan dengan filosofi BPJS Kesehatan," katanya.

Karena itu, YLKI meminta pemerintah untuk memprioritaskan skenario selain menaikkan iuran tarif untuk menutup desifit keuangan BPJS Kesehatan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement