Rabu 28 Aug 2019 16:03 WIB

Temui Jokowi, Ridwan Kamil Beri Masukan Soal Ibu Kota Baru

Emil ingatkan Jokowi agar tak bangun ibu kota berorientasi mobil.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Teguh Firmansyah
Pemindahan ibu kota
Foto: twitter @jokowi
Pemindahan ibu kota

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mendatangi Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (28/8) sore. Arsitek lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) tersebut menyampaikan masukannya terkait realisasi pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke kawasan di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur. 

"Masukannya, kalkulasinya, luas-luasan yang hasil pengalaman saya sebagai dosen perkotaan, asumsinya terlalu luas. Harus dikaji ulang, jangan sampai menghasilkan kota yang terlalu luas," ujar Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil, di Istana Negara. 

Baca Juga

Emil mengingatkan, Presiden Jokowi agar tidak membangun kota baru yang kembali berorientasi mobil. Menurutnya, desain perkotaan di masa depan adalah kota-kota yang berorientasi jarak dan fungsi, alias fasilitas publik dan perkantoran yang bisa ditempuh dengan berjalan kaki. 

"Kantor, rumah, sekolah harus berdekatan, jalan kaki. Kalau kepepet baru public transport, terakhir baru mobil. Jangan dibalik. Jangan mendesain ibu kota baru yang mayoritas untuk mobil, untuk bangunan, tapi kemanusiaan, humanistiknya tidak maksimal," jelas Emil. 

Emil memilih untuk berkiblat pada Washington DC, ibu kota pemerintahan Amerika Serikat (AS). Kota tempat Presiden AS berkantor ini dianggap paling ideal untuk dijadikan contoh ibu kota pemerintahan.

Jika dikorelasikan dengan Indonesia, maka ibu kota baru di Kaltim nanti akan berperan layaknya Washington DC, sementara Jakarta akan berfungsi seperti New York sebagai pusat bisnis dan ekonomi. 

"Dari seluruh ibu kota yang dipindah dalam sejarah perkotaan, yang terbaik itu Washington DC. Orang bisa jalan kaki, jam 17.00 kantor tutup masih ramai, jangan sampai kejadian dengan ibu kota baru lain, malam hari sepi," jelas Emil. 

Emil menekankan bahwa kota baru harus dibangun memperhatikan sisi humanisme penghuninya. Kota baru, kata dia, harus memiliki fasilitas penunjang seperti pusat ritel hingga pemukiman yang dibangun tidak jauh dari perkantoran. Menurutnya, lahan yang disiapkan sebagai calon ibu kota baru seluas 180 ribu hektare terlampau berlebihan. 

"Hidup di kota bukan hanya urusan kerja, tetapi percampuran kegiatan kemanusiaan harus ada. Kalau pakai teori Washington DC, sekitar 17 ribu hektare. Maksimal 30-an ribu hektare. Itu sudah cukup. Nggak usah 180 ribu hektare," katanya. 

Kembali mengacu pada Washington DC, Emil mengklaim bahwa area seluas 17 ribu sudah cukup menampung seluruh kebutuhan. Ia mengaku sudah menyampaikan idenya ini kepada Presiden Jokowi dan disambut positif oleh kepala negara.

"Saya datang sebagai anak bangsa, bukan sebagai gubernur dalam konteks itu, ingin agar cita-cita yang luar biasa ini berhasil," katanya.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement