Rabu 28 Aug 2019 15:37 WIB

Pemerintah Fokus Ubah Status Jakarta Sebagai Ibu Kota Negara

Pemerintah memutuskan untuk memindahkan ibu kota negara ke Kaltim.

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Nidia Zuraya
Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan pemerintah akan melakukan revisi rancangan undang-undang (RUU) terkait pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Salah satu yang mendapat sorotan perihal status Jakarta yang secara peraturan masih menyandang sebagai ibu kota negara.

"Nanti yang penting, satu, RUU mengenai DKI-nya. Kita fokus ke RUU DKI," ujar Bambang di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (28/8).

Baca Juga

Kata Bambang, revisi RUU terkait status DKI Jakarta masih disiapkan pemerintah dan akan diserahkan ke DPR pada tahun ini. Bambang optimistis revisi RUU status DKI Jakarta dapat disetujui DPR pada 2020.

"Ya insyaAllah bisa," ucap Bambang.

Bambang beranggapan tidak ada yang dilanggar pemerintah terkait keputusan memindahkan ibu kota meski belum ada undang-undang baru atau revisi undang-undang lama yang menyebutkan status ibu kota Indonesia adalah DKI Jakarta.

"Kita bicara tentang pengembangan kota baru kan nggak// salah, dari dulu //kan// juga ada (wacana pemindahan ibu kota)," kata Bambang.

Sebelumnya, menurut anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto, pemindahan Ibu Kota negara memerlukan tujuh revisi undang-undang (UU) dan dua pembuatan UU untuk memindah ibu kota negara.

Ketujuh UU yang harus direvisi atau dibuat terkait pemindahan Ibu Kota Negara itu meliputi revisi UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus lbu Kota Jakarta sebagai lbu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia, pembuatan UU tentang 'nama daerah yang dipilih' sebagai lbu Kota Negara untuk memindah Ibu Kota, pembuatan UU tentang Penataan Ruang di lbu Kota Negara.

Kemudian revisi UU tentang Penataan Pertanahan di ibu Kota Negara, yang bersinergi dengan tanah adat, revisi UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, revisi UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, khususnya terkait pengaturan kawasan strategis Ibu Kota Negara sebagai ring 1, revisi UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, revisi UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, pembuatan UU tentang kota, serta adanya undang-undang lain yang berpotensi harus diubah seperti UU tentang ASN, di mana ASN harus dipindahkan.

Yandri menilai, apabila pemindahan ibu kota tanpa RUU, pemindahan itu akan cacat prosedur. "Nah sampai sekarang RUU itu kan belum pernah dibahas, di daerah mana, luasannya berapa, lahan siapa yg dipakai, bangunan atau aset yang ada di Jakarta bagaimana. Kemudian kalau mindahkan ibu kota, UU DKI sebagai ibu kota negara harus dicabut dulu," ujar Yandri Susanto di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (27/8).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement