Senin 26 Aug 2019 08:02 WIB

Pemprov DKI: Instalasi Gabion dari Batu Gamping di Gunung

Pemprov DKI membantah instalasi Gabion menggunakan terumbu karang.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nur Aini
Petugas menyusun tanaman di dekat instalasi batu gabion di Bundaran HI, Jakarta, Jumat (23/8).
Foto: Republika/Putra M Akbar
Petugas menyusun tanaman di dekat instalasi batu gabion di Bundaran HI, Jakarta, Jumat (23/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta menggandeng Pakar Geologi Universitas Indonesia untuk bersama menegaskan bahwa instalasi Gabion yang terletak di Bundaran HI tidak menggunakan terumbu karang. Hal itu juga sebagai jawaban atas polemik yang berkembang terkait penggunaan batu terumbu karang yang menjadi elemen Gabion.

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta Suzi Marsitawati menyampaikan batuan yang digunakan pada ornamen instalasi Gabion merupakan batu gamping, yakni batu karang yang sudah mati dan berusia jutaan tahun.

Baca Juga

“Jadi menanggapi informasi yang viral penggunaan terumbu karang di instalasi Gabion, saya nyatakan itu tidak benar bahwa yang kita gunakan adalah batu gamping sesuai dengan konsep yang telah disiapkan Dinas Kehutanan,” kata Suzi dalam konfrensi pers di Bundaran HI, Ahad (25/8) malam.

Suzi mengaku bahwa pihaknya telah berkomunikasi dan berkoordinasi dengan para pakar gelologi, aktivis lingkungan, dan akademisi untuk mengecek batuan yang digunakan dalam instalasi Gabion. Hasilnya pun serupa bahwa tidak ada terumbu karang yang digunakan dalam instalasi tersebut.

“Jadi kita sudah berkomunikasi dengan pakar geologi, aktivis lingkungan dan akademisi, kita periksa dan telah dinyatakan dari ahli geologi Universitas Indonesia bahwa itu adalah batu gamping yang awalnya dari batu karang dan terproses jutaan tahun menjadi batu gamping, jadi sama sekali tidak benar kalau yang kita gunakan adalah terumbu karang,” ujarnya.

Dinas Kehutanan DKI Jakarta akan menambahkan narasi dan informasi di sekitar ornamen atau instalasi yang dipasang di tempat-tempat publik sehingga dapat menjadi sarana edukasi bagi warga.

“Kita sekarang bergandengan tangan bersama aktivis lingkungan dan akademisi akan membuat narasi, yang akan kita susun dan dibuat di seputaran sekitar instalasi ini sehingga masyarakat tahu batu gamping itu prosesnya bagaimana dan kepedulian masyarakat terhadap terumbu karang kita akan buat narasi itu,” ujarnya.

Sebelumnya, aktivis lingkungan Riyanni Djangkaru mengkritik instalasi Gabion menggunakan terumbu karang yang dilindungi. Namun, Suzi mengatakan telah berkomunikasi baik dengan Riyanni Djangkaru. Menurutnya, apa yang disampaikan Riyanni adalah masukan. Suzi menyatakan ke depan mereka sepakat untuk berkolaborasi untuk memberikan edukasi terhadap masyarakat terkait denga isu-isu lingkungan.

Sementara itu, Dosen Geologi Universitas Indonesia, Asri Oktavioni Indaswari yang secara langsung meninjau batuan di instalasi Gabion mengatakan batu tersebut adalah batu gamping atau batu koral.

“Setelah saya lihat, saya perhatikan ternyata batu gamping terumbu, dia terumbu karang dulunya tapi jutaan tahun lalu, kemudian dia mati dan dia mengalami proses geologi mineraliasasi dan berubah jadi batu yang lebih kita kenal sebagai batu gamping atau batu koral,” ujarnya.

Asri melanjutkan bahwa posisi batuan itu di alam juga tidak terdapat di laut melainkan di pegunungan. Seperti yang terdapat di beberapa daerah di Indonesia misalnya di Lamongan, Gresik, dan Tuban.

“Posisinya (batu gamping) pun bukan lagi di pantai tapi di gunung seperti penambangan di Tuban dan Lamongan, Gresik, ini karena adanya patahan lempeng bumi sehingga daerah yang dulunya laut menjadi daratan dan batuan ini terendap dan bentuknya tetap mirip dengan batuan karang yang ada di laut,” ujarnya

Selain itu, menurut Asri penggunaan batuan gamping atau batu koral yang berasal dari terumbu karang yang telah mati tidak melanggar dan sudah sesuai ketentuan penggunaan batuan.

“Sehari harinya batu itu dipakai untuk keramik dan diaplikasikan di dinding mal, hotel yang memiliki kesamaan dengan batu Gabion, dan untuk undang-undangnya (regulasi penambangan) diatur oleh Kementerian ESDM, jadi untuk pertambangan mineral dan bahan galian C, dia diperjualbelikan bebas dan tidak melanggar konservasi atau merusak ekosistem,” kata Asri.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement